Langsung ke konten utama

Allah Memahami Ketidaksempurnaan Kita


Allah Memahami Ketidaksempurnaan Kita

Alkitab tidak mengajarkan bahwa ketiadaan iman adalah penyebab semua kekhawatiran. Mengingat kita hidup dalam ”masa kritis yang sulit dihadapi”, hampir mustahil untuk bebas sama sekali dari rasa khawatir. (2 Timotius 3:1) Orang-orang Kristen yang setia menghadapi kekhawatiran sehari-hari yang dipicu oleh kesehatan yang buruk, usia tua, tekanan ekonomi, konflik keluarga, kejahatan, dan problem-problem lainnya. Bahkan pada zaman dahulu, hamba-hamba Allah menghadapi perasaan takut dan cemas.
Pertimbangkan catatan Alkitab tentang Lot. Allah memerintahkan dia untuk melarikan diri ke pegunungan supaya tidak ikut musnah dalam pembinasaan Sodom dan Gomora. Akan tetapi, Lot merasa khawatir. Ia berkata, ”Janganlah kiranya demikian, Yehuwa!” Dengan ragu-ragu ia melanjutkan, ”Tetapi tolonglah, aku​—aku tidak sanggup lari ke daerah pegunungan, agar malapetaka tidak tetap dekat kepadaku dan aku pasti mati.” Mengapa Lot takut untuk lari ke pegunungan? Alkitab tidak menyebutkan. Apa pun alasannya, Lot ketakutan sekali. Bagaimana tanggapan Allah? Apakah Lot didisiplin karena tidak beriman atau tidak percaya kepada Allah? Tidak. Sebaliknya, Yehuwa bertimbang rasa, mengizinkan Lot untuk melarikan diri ke kota terdekat.​—Kejadian 19:​18-​22.
Ada contoh lain dalam Alkitab mengenai para penyembah yang setia yang kadang-kadang merasa sangat khawatir. Nabi Elia merasa takut dan melarikan diri setelah diancam untuk dibunuh. (1 Raja 19:1-4) Musa, Hana, Daud, Habakuk, Paulus, dan para pria serta wanita lainnya juga menyatakan kekhawatiran. (Keluaran 4:10; 1 Samuel 1:6; Mazmur 55:5; Habakuk 1:2, 3; 2 Korintus 11:28) Namun, Allah memperlihatkan keibaan hati dan terus menggunakan mereka untuk melayani-Nya, dengan demikian nyatalah bahwa Ia benar-benar memahami ketidaksempurnaan manusia.
”Dosa yang dengan Mudah Menjerat Kita”
Akan tetapi, akibat kekhawatiran yang berkepanjangan, iman dan kepercayaan kita kepada Allah bisa semakin lemah dan akhirnya hilang. Yang rasul Paulus maksudkan dengan ”dosa yang dengan mudah menjerat kita” adalah ketiadaan iman. (Ibrani 12:1) Dengan mengikutsertakan dirinya, Paulus kemungkinan besar mengakui kecenderungan alaminya sendiri untuk ’mudah terjerat’ di saat-saat ia lemah iman.
Mungkin inilah yang terjadi dengan Zakharia sewaktu ia tidak percaya kepada malaikat yang memberi tahu dia bahwa istrinya akan mengandung. Sekali peristiwa, rasul-rasul Yesus tidak sanggup mengadakan penyembuhan karena ’iman mereka kecil’. Namun, mereka semua terus diperkenan Allah.​—Matius 17:18-20; Lukas 1:18, 20, 67; Yohanes 17:26.
Di pihak lain, Alkitab juga memasukkan contoh orang-orang yang kehilangan kepercayaannya kepada Allah dan menderita akibat-akibat serius. Misalnya, banyak orang Israel yang meninggalkan Mesir tidak boleh memasuki Tanah Perjanjian karena mereka tidak beriman. Sekali peristiwa, mereka bahkan langsung menentang Allah, dengan mengatakan, ”Mengapa kamu membawa kami keluar dari Mesir untuk mati di padang belantara? Sebab tidak ada roti dan tidak ada air.” Allah menunjukkan ketidaksenangan-Nya dengan mengirim ular-ular berbisa untuk menghukum mereka.​—Bilangan 21:5, 6.
Penduduk Nazaret, kampung halaman Yesus, kehilangan hak istimewa untuk melihat lebih banyak mukjizat diadakan di wilayah mereka karena tidak beriman. Selain itu, generasi yang fasik pada zaman itu dengan keras dikecam Yesus karena tidak beriman. (Matius 13:58; 17:17; Ibrani 3:19) Rasul Paulus dengan tepat memperingatkan, ”Berhati-hatilah, saudara-saudara, agar dalam diri salah seorang di antara kamu tidak berkembang hati fasik yang tidak beriman karena menjauh dari Allah yang hidup.”​—Ibrani 3:12.
Ya, dalam kasus-kasus yang ekstrem, ketiadaan iman dapat diakibatkan oleh hati yang fasik. Namun, halnya tidak demikian dengan Zakharia dan rasul-rasul Yesus dalam contoh yang disebutkan sebelumnya. Ketiadaan iman mereka adalah karena kelemahan sementara. Seluruh pola hidup mereka memperlihatkan bahwa ’hati mereka murni’.​—Matius 5:8.
Allah Tahu Kebutuhan Kita
Alkitab membantu kita membedakan antara kekhawatiran yang umum dan dosa akibat ketiadaan iman. Perasaan khawatir setiap hari atau bahkan kegagalan sementara untuk memperlihatkan iman karena kelemahan manusiawi hendaknya tidak disalahartikan sebagai hilangnya kepercayaan kepada Allah karena hati yang fasik dan tidak tanggap. Oleh karena itu, orang Kristen tidak perlu dihantui perasaan bersalah hanya karena mereka sewaktu-waktu merasa khawatir.
Meskipun demikian, kita perlu berhati-hati agar kekhawatiran tidak menjadi berlebihan dan menguasai kehidupan kita. Oleh karena itu, betapa berhikmatnya kata-kata Yesus ketika ia mengatakan, ”Jangan sekali-kali khawatir dan mengatakan, ’Apa yang akan kami makan?’ atau, ’Apa yang akan kami minum?’ atau, ’Apa yang akan kami kenakan?’” Ia kemudian melanjutkan dengan kata-kata yang menghibur, ”Sebab Bapak surgawimu mengetahui bahwa kamu membutuhkan semua perkara ini. Maka, teruslah cari dahulu kerajaan dan keadilbenarannya, dan semua perkara itu akan ditambahkan kepadamu.”—Matius 6:25-33. Tuhan Yesus memberkati!. Amin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pola Hidup Jemaat Filadelfia

Pola Hidup Jemaat Filadelfia Wahyu 3:7-13                                                                PENDAHULUAN Melalui pembacaan firman Tuhan yang terambil dari kitab Wahyu 3:7-29 ini saya ingin mengajak kita semua untuk melihat bagaimana luar biasanya jemaat Tuhan di kota ini. Mereka yang tidak memiliki kekuatan besar tetapi mampu tetap mempertahankan iman mereka kepada Yesus Kristus. Kota Filadelfia adalah sebuah kota yang dikelilingi oleh gunung berapi sehingga di kota ini seringkali terjadi gempa bumi yang hebat dan sering disebut juga tanah berapi. Karena kota ini dikelilingi oleh banyak gunung berapi, maka kota ini memiliki tanah yang subur. Kota ini didirikan oleh Emenes, raja pergamus pada abad 2 SM dan diberi nama adiknya Atalus dan karena ketaatan adiknya itulah maka diberilah nama kota ini “Filadelfos”. Kata filadelfia ini berasal dari kata “Filos” dan Adelfos” yang artinya kasih persaudaraan. Filadelfia adalah sebuah kota yang berada di tem

BERSYUKUR ATAS ANUGRAH PENYERTAAN TUHAN

BERSYUKUR ATAS ANUGRAH PENYERTAAN TUHAN Dalam sepanjang hidup ini, setiap dari kita tentunya sudah pernah merasakan  kebaikan Tuhan. Kita ada sampai dengan saat ini dalam keadaan yang baik tanpa kekurangan suatu apapun, juga merupakan salah satu anugrah serta kebaikan Tuhan yang patut kita syukuri. Bahkan sedikit atau banyak kita semua pasti pernah mendapatkan anugrah dari Tuhan, apakah itu berupa kesembuhan, berkat ataupun pertolongan Tuhan yang lain, sebab Yesus yang kita sembah adalah Tuhan yang penuh dengan kebaikan dan kemurahan. Kebaikan terbesar yang Tuhan nyatakan yaitu ketika Ia rela mengorbankan diriNya di atas kayu salib bagi keselamatan umat manusia, dan tidak ada yang dapat menandingi kebaikan Tuhan. Oleh sebab itu, setiap hari kita perlu bersyukur atas kebaikan yang Tuhan nyatakan. Jangan pernah mengeluhkan kondisi yang kita alami, sebab ketika kita dapat bersyukur kita akan dapat melihat kebaikan Tuhan yang lebih besar lagi. Mazmur 34:9 mengatakan kecaplah dan

MELAYANI TUHAN DENGAN SEPENUH HATI

MELAYANI TUHAN DENGAN SEPENUH HATI 1 Petrus 5:1-6 Melayani menjadi satu respons yang indah ketika seseorang mengalami hidup yang diberkati Tuhan. Bukan saja mereka yang duduk di dalam jabatan, bukan saja mereka yang berada di dalam satu pelayanan di dalam gereja, setiap anak Tuhan sepatutnya dan seharusnya memiliki prinsip hidup kita adalah hidup yang melayani Tuhan. Surat 1 Petrus , khususnya pasal ke 5 adalah satu bagian dimana Petrus yang sudah tua sedang berbicara kepada hamba-hamba Tuhan yang masih muda, dan juga kepada badan-badan pengurus gereja dimana mereka melayani. Tetapi saya juga yakin dan percaya firman Tuhan ini relevan diberikan untuk setiap kita, memberi direksi bagaimana sikap kita, hidup kita melayani Kristus yang sudah datang terlebih dahulu sebagai Gembala kita yang agung yang melayani kita semua. Ada 3 Bagian tentang Hamba-hamba Tuhan yang Masih Muda Ada 3 bagian di sini, bagian pertama, ayat 1 berbicara mengenai dasar kenapa hidup kita melayani