SEBAGAI KELUARGA ALLAH
Alkitab diberikan kepada kita supaya kita baca, supaya kita tahu apa kehendak Allah bagi kita di dunia. Sayang, kalau kita punya Alkitab tapi kita tidak mempelajarinya. Tapi belum terlambat, buka dan pelajarilah!
Kita kembali kepada topik hari ini, yaitu keluarga Allah. Kita sebagai jemaat Allah, sebagai orang-orang percaya, dipertautkan dan dipersatukan sebagai keluarga Allah. Kesatuan kita sebagai keluarga Allah bukan seperti pasir yang kelihatannya ngumpul tapi sesungguhnya masing-masing lepas satu dengan yang lain. Kesatuan kita adalah seperti batu-batu bangunan yang tersusun rapi dan terekat satu sama lain (baca: Efesus 2:21; 1 Petrus 2:5).
Tapi sungguh menyedihkan, kehidupan gereja-gereja sekarang ini jauh dari kesatuannya sebagai keluarga Allah. Banyak gereja-gereja malah saling menjegal. Kita baru mau bersatu kalau ada tekanan dan ancaman. Lihat sikap gereja-gereja pada waktu kerusuhan dan pengalaman konflik yang lalu. Solidaritas dibangun, karena ada ancaman. Kesatuan seperti ini semu sifatnya.
Kesatuan kita sebagai keluarga Allah harus bertumbuh dari dalam dan berlangsung terus-menerus. Oleh karena itu mari kita pahami dengan baik apa yang dikatakan Paulus dalam ayat 15 pembacaan hari ini.
Pertama, keluarga Allah adalah jemaat Allah (gereja Allah). Gereja bukan milik kita, tapi milik Allah yang hidup. Allah yang hidup adalah Allah yang tidak membedakan orang. Hanya dengan memahami bahwa gereja dan jemaat di manapun adalah milik Allah, maka kita semua akan dapat hidup sebagai keluarga Allah. Kita akan dapat saling memahami dan saling menerima.
Kedua, hidup sebagai keluarga Allah adalah hidup dalam kebenaran. Kita mencintai dan hidup demi kebenaran itu. Jangan seperti Pilatus, yang oleh istrinya sudah diberitahu siapa sebenarnya yang salah, tapi dia tidak berani mengambil resiko lalu cuci tangan. Banyak di antara kita mengetahui kebenaran Tuhan, tapi tidak berani mengambil resikonya. Sikap ini tidak mencerminkan sikap anggota keluarga Allah. Dalam iman Kristen, kebenaran itu bukanlah ‘apa’ tapi ‘siapa’. Kalau kebenaran dimulai dengan ‘apa’ maka kita akan larut dalam perumusan defenisi demi defenisi. Tidak akan pernah tuntas. Tapi kalau kebenaran dimulai dengan ‘siapa’, maka jawabnya adalah: Yohanes 14:6: “Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Hidup sebagai keluarga Allah adalah hidup dalam Kristus Yesus.
1. Hidup dalam kasih.
Allah adalah kasih. Sifat Allah inilah yang harus ditumbuh-kembangkan dalam totlitas relasi hidup sebagai keluarga Allah. Dikatakan demikian, karena keadaan hidup di akhir zaman ini cenderung kasih kebanyakan orang semakin dingin, semakin pudar dan semakin menurun kualitasnya. Kasih kepada Allah tidak lagi menjadi prioritas keluarga hari-hari ini. Tetapi justru kebanyakan keluarga lebih mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Implikasihnya keluarga pun mengalami erosi kasih. Relasi suami-istri, relasi orangtua-anak, tidak lagi dibangun di atas dasar kasih Allah, tetapi lebih kepada kepentingan diri. Sifat egois terus berkembang, sehingga masing-masing hanya memikirkan dirinya sendiri. Hanya ingin dikasihi, dimengerti, dipedulikan. Tidak lagi ada motivasi kuat untuk memberi. Selain itu, banyak orang yang tidak mengasihi lingkungannya. Cenderung dari hari ke hari merusak lingkungan dengan membuang sampah sembarangan. Perilaku ini diperlihat bukan saja oleh orang dewasa, anak-anak pun cenderung demikian. Mengapa? Karena mereka melihat perilaku orang dewasa begitu sehingga anak-anak juga mengikutinya. Artinya orang dewasa tidak menjadi contoh di dalam mempraktekkan kasih terhadap lingkungan.
Hidup bersama sebagai keluarga Allah harus ditandai dengan kehidupan kasih yang semakin mantap dalam semua relasi keluarga, baik kasih kepada Allah, kasih kepada anggota keluarga dan kasih kepada lingkungan keluarga besar dan juga masyarakat. Ini harus ditumbuh-kembangkan. Dan pelaku utamanya ialah kita sebagai keluarga Allah. Hidup bersama sebagai keluarga Allah menuntut adanya pengorbanan. Mengapa? Karena Allah sendiri dalam kasih-Nya mengutus anak-Nya yang Tunggal datang ke dalam dunia ini untuk menjadi contoh dari kehidupan kasih yang sempurna.
2. Hidup dalam keseatuan.
Kesatuan sebagai prinsip hidup bersama sebagai keluarga Allah. Kesatuan harus menjadi landasan dalam membangun hidup bersama sebagai keluarga Allah. Hal ini memiliki dua aspek yakni kesatuan dengan Allah dan kesatuan dengan pasangan.
Pertama, kesatuan dengan Allah. Kesatuan dengan Allah harus menjadi prioritas hidup bersama sebagai keluarga Allah. Hidup bersama dalam kesatuan dengan Allah di dalam Alkitab digambarkan dalam beberapa tipologi yakni: 1) Pokok dan ranting pada pohon anggur (Yohanis 15:1-8). Kesatuan ini adalah kesatuan yang hidup yang memberi dampak berbuah lebat. 2) Perjamuan Kudus (Yohanis 6:48-58) kesatuan yang mistik (rohani) yang memberikan jaminan akan kehidupan kekal bersama dengan Kristus. 3) Kepala dan anggota tubuh (1 Korintus 12). Kesatuan ini mempunyai makna fungsional. Kesatuan dengan Allah mempunyai dampak kehidupan yang aktif dalam pelayanan bagi pembangunan tubuh Kristus sesuai dengan karunia masing-masing.
Kedua, kesatuan relasi suami – istri (Efesus 5:31-32). Kesatuan ini mempunyai makna hubungan pribadi yang intim. Hanya maut yang memisahkan. Hubungan pribadi ini memberi keyakinan akan kehidupan yang kekal (Yohani 17:3; Yohanis 10:28-29; Roma 8:38-39). Kesatuan dengan Allah adalah proses menerima Kristus dan terus tetap ada di dalam kesatuan dengan Dia (Kolose 2:6-7). Kesatuan ini perlu terus dijaga dalam sukacita keluarga melalui doa, firman, ibadah, pelayanan dan kesaksian hidup keluarga secara bersama-sama. Gambaran yang jelas mengenai rusaknya kesatuan dengan Allah memberi dampak yang jelas bagi rusaknya hubungan sosial dalam masyarakat yang mem-pengaruhi sukacita keluarga (baca Roma 1:18-32).
Kesatuan dengan pasangan. Kesatuan dengan pasangan bukan terbatas dalam kesatuan secara fisik, tetapi meliputi kesatuan hati, pikiran, perasaan dan kehendak. Ini ber-bicara kesatuan dalam totalitas secara pribadi yang utuh. Untuk membangun kesatuan dengan pasangan. Rasul Paulus memberikan nasehat kepada jemaat di Filipi dapat menjadi prinsip dalam membangun kesatuan antar pa-sangan yakni dalam Filipi 2:1-11.
Ada dua sikap yang disampaikan yakni sikap yang perlu dihindari dan sikap yang perlu di-kembangkan. Sikap yang perlu dihindari yakni, sikap mementingkan diri sendiri dan mencari puji-pujian yang sia-sia ( ay. 3a bandingkan Yakobus 3:16). Sikap yang perlu dikembangkan yakni, sikap memen-tingkan kepentingan bersama, sikap kerendahan hati (ay.3-4). Tuhan Yesus memberkati!. Amin
Komentar
Posting Komentar