Orang Farisi dan Pemungut cukai
Lukas 18:9-14
Kita akan
melanjutkan pembahasan ajaran Yesus lewat perumpamaan-perumpamaan di dalam
Injil Lukas. Hari ini kita akan melihat di Lukas 18:9-14. Perumpamaan ini
biasanya dikenal dengan judul Perumpamaan tentang orang Farisi dan Pemungut
cukai. Seorang pemungut cukai adalah orang yang memungut pajak dari rakyat
Israel atas nama pemerintahan Roma. Mereka sangat dimusuhi oleh orang-orang
Israel karena mereka dianggap melayani penguasa Roma, dan dengan demikian adalah
pengkhianat bangsa. Mereka dipandang sebagai orang tidak beragama dan tidak
memiliki hati nurani, yang tidak peduli pada kesejahteraan rakyat Israel, umat
Allah, bangsa mereka sendiri.
Beginilah
bunyi ayat-ayat di Lukas 18:9-14:
Dan kepada
beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang
lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: “Ada dua orang pergi ke Bait Allah
untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang
Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap
syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan
perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut
cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari
segala penghasilanku. Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia
tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya
Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.
Perlu
ditegaskan bahwa pemungut cukai ini menyebut dirinya orang berdosa,
bukan seorang yang berdosa. Ungkapan orang berdosa ini sangat
penting karena ia memandang dirinya tidak sekadar sebagai salah satu dari
sekian banyak orang berdosa sehingga Allah dapat berkata, “Nah, kamu ini hanya
salah satu dari sekian banyak orang berdosa. Di dunia ini ada miliaran orang
berdosa. Siapa yang peduli dengan salah satu dari antaranya?” Tidak. Orang ini
sedang mengalami pengungkapan yang sangat mendalam tentang dosa-dosanya
sehingga ia berkata, “Aku orang berdosa, aku orang yang berdosa besar. Aku yang
terburuk dari yang lainnya. Orang lain tidak melakukan dosa separah aku. Aku
ini orang paling berdosa.”
Ini senada
dengan ungkapan yang disampaikan oleh Paulus – “Di antara mereka akulah yang
paling berdosa,” (1 Tim.1:15). Paulus tidak berkata, “Aku pernah
menjadi yang paling berdosa,” tetapi, “Akulah yang paling berdosa, karena aku
telah menganiaya Jemaat Allah.” Rasul Paulus, sebelum menjadi Kristen, adalah
penganiaya jemaat, dan memang banyak pengikut Yesus yang kehilangan nyawanya di
tangan Paulus, dan ia tidak pernah melupakan itu. Sekalipun Allah telah
mengampuninya, dan ia tahu bahwa ia telah diampuni, tetapi ia tidak pernah
melupakan apa yang pernah ia perbuat itu. “Aku orang berdosa,”
demikianlah ucapan si pemungut cukai itu.
Dan kemudian
Yesus berkata di ayat 14, “Aku berkata kepadamu: Orang ini (si pemungut
cukai) pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan (diampuni)
Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan
direndahkan (oleh Allah) dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan
ditinggikan (oleh Allah; hal ini dikenal dengan istilah ‘divine passive‘)
Orang Farisi adalah salah satu kelompok keagamaan masyarakat Yahudi yang
betul-betul menegakkan dan menaati Taurat secara teliti. Karena
ketaatannya melakukan hukum Taurat ini mereka menganggap diri sebagai orang
yang benar, suci dan saleh. Itulah sebabnya ketika berdoa di bait Tuhan
ia memuji dirinya sendiri di hadapan Tuhan dengan mengatakan bahwa ia telah
melakukan semua hukum Tuhan, dan bahkan berani membanding-bandingkan dirinya
dengan orang lain: "...aku tidak sama seperti semua orang lain,
bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti
pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh
dari segala penghasilanku." (ayat 11-12). Orang Farisi memang
orang yang terkenal sangat fanatik dalam menjalankan hukum, dan ketaatannya
menjalani ibadah dan pelayanan patut diteladani. Lalu apa yang salah dari
orang Farisi ini? Karena ia menganggap dirinya benar
(menurut penilaian sendiri) dan memandang rendah orang lain. Kata menganggap
dirinya benar dapat diterjemahkan menjadi yakin. Orang
Farisi merasa sangat yakin terhadap dirinya sendiri karena merasa sudah menaati
hukum Taurat tanpa ada yang terlewatkan.
Keyakinan ini adalah kesalahan fatal karena yang menilai benar adalah dirinya sendiri, bukan Tuhan yang memberikan penilaian. Padahal jika Tuhan yang menilai, semua manusia yang ada di muka bumi ini "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10). Tuhan Yesus memberkati!. Amin
Keyakinan ini adalah kesalahan fatal karena yang menilai benar adalah dirinya sendiri, bukan Tuhan yang memberikan penilaian. Padahal jika Tuhan yang menilai, semua manusia yang ada di muka bumi ini "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10). Tuhan Yesus memberkati!. Amin
Komentar
Posting Komentar