Kenapa Kita Tidak Perlu Kuatir
Stres tentunya merupakan salah satu masalah utama pada
zaman kita sekarang ini. Media dan para dokter sangat sering membicarakan
tentang hal ini, bahkan semua kategori profesional (psikoanalis, psikolog,
terapis, dll) telah dikembangkan sedemikian rupa untuk membantu orang
mengatasinya. Namun, “solusi” yang mereka tawarkan biasanya hanya berupa
nasihat, atau yang lebih parah lagi, berupa tablet atau pil yang mungkin hanya
sedikit berbeda dari obat-obatan biasa – yang tidak mampu memberi jawaban yang
nyata, dan semua ini disebabkan oleh karena mereka mengabaikan apa yang Firman
Allah katakan tentang hal itu. Oleh karenanya, janganlah kita menjadi sebodoh
itu, sebaliknya kita perlu melihat pada apa yang Firman Allah katakan dan
inilah yang akan kita lakukan pada hari ini.
1. Filipi 4:4-7 – “Janganlah kamu khawatir tentang apa
pun juga, tetapi…”
Meskipun banyak bagian dari Firman Allah berbicara
tentang masalah kekhawatiran, sesungguhnya Filipi 4:4-7 saja telah cukup
memperlihatkan kepada kita apa yang Allah pikirkan tentang kekhawatiran. Di
sana kita membaca:
Filipi 4:4-7
“Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.”
“Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.”
Ayat ke-4 menasihatkan agar kita bersukacita di dalam
Tuhan, bahkan bersukacita di dalam Tuhan senantiasa. Seperti dikatakan ayat
tersebut bahwa “Tuhan sudah dekat”, artinya ia sangat dekat dengan kita. Itulah
sebabnya kita seharusnya jangan “khawatir tentang apapun juga, tetapi
nyatakanlah dalam segala hal keinginan kita kepada Allah dalam doa dan
permohonan dengan ucapan syukur.” Kata “tetapi” dalam ayat tersebut menciptakan
sebuah kontras antara apa yang tidak boleh kita lakukan, yaitu jangan khawatir,
dan apa yang harus kita lakukan, yaitu “menyatakan dalam segala hal keinginan
kita kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.” Kontras
lainnya adalah antara perkataan “apa pun” dan “segala hal”. Kita dinasihatkan
untuk tidak khawatir tentang APA PUN juga tetapi kita harus menyatakan dalam
SEGALA HAL keinginan kita kepada Allah. Apabila kita turuti arahan Firman Tuhan
ini, sebagaimana yang ayat 7 katakan, janji yang akan kita terima adalah “Damai
sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu
dalam Kristus Yesus.”
Jadi, solusi yang Allah tawarkan untuk mengatasi
masalah kekhawatiran sangatlah sederhana: solusinya terdiri dari sebuah
“larangan”: yakni “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga” dan
sebuah “anjuran”: yakni “nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah
dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur”, dan hasilnya adalah damai,
bahkan “damai sejahtera Allah [damai sejati satu-satunya], yang melampaui
segala akal.”
2. 1 Petrus 5:7 – “Serahkanlah segala kekhawatiranmu
kepada-Nya”
Filipi 4 di atas bukan satu-satunya perikop yang
berbicara tentang masalah kekhawatiran. 1 Petrus 5:7 juga berbicara tentang
masalah yang sama. Di sana kita membaca:
1 Petrus 5:6-7
“Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.”
“Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.”
Mengambil sesuatu dari diri kita dan menyerahkannya
kepada orang lain membutuhkan sebuah tindakan. Itulah yang Allah minta untuk
kita lakukan dengan kekhawatiran kita1:
daripada menanggungnya, Dia meminta kita untuk mengambil tindakan, tetapi bukan
dengan cara memelihara kekhawatiran itu, melainkan dengan menyerahkan
kekhawatiran itu KEPADA-NYA. Dan ini bukan hanya kekhawatiran tertentu yang
mungkin kita pikir lebih penting dari yang lain, tetapi SEGALA KEKHAWATIRANMU.
“Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu”
kata Firman Tuhan. Terlebih lagi, dikatakan di bagian Alkitab lainnya:
Mazmur 55:23
“Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah.”
“Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah.”
Oleh karena itu, jelaslah bahwa pertanyaannya bukan
apakah Allah akan memelihara kita atau apakah Dia mau menjadi penanggung segala
kekhawatiran kita, melainkan apakah kita memiliki kerendahan hati
(“rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat…..serahkanlah segala
kekhawatiranmu kepada-Nya”) untuk menyerahkan segala kekhawatiran kita
KEPADA-NYA, karena itulah panggilan-Nya kepada kita.
3. Matius 6:25-34 – “Janganlah kuatir akan hidupmu,
akan apa yang hendak kamu makan atau minum”
Selain kedua ayat di atas tentang masalah
kekhawatiran, Matius 6:25-34 juga berbicara tentang hal yang sama. Di sana kita
membaca:
Matius 6:25-34
“Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir [Yunani: “merimno”, kata yang sama yang digunakan dalam Filipi 4:6 dan 1 Petrus 5:7] akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."
“Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir [Yunani: “merimno”, kata yang sama yang digunakan dalam Filipi 4:6 dan 1 Petrus 5:7] akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."
Makanan, air dan pakaian adalah beberapa dari
kebutuhan dasar kita. Namun, bukan kita saja yang mengetahui hal ini. ALLAH pun
mengetahuinya!!! Itulah sebabnya melalui Tuhan Yesus Kristus, Ia menasihatkan
kita untuk tidak mengkhawatirkan, “Apa yang akan kita makan” atau “Apa yang
akan kita minum” atau “Apa yang akan kita pakai”…… karena Bapa yang di sorga
tahu, bahwa kita memerlukan semuanya itu2".
Jadi, apabila orang bertanya apa harus mereka lakukan agar tidak khawatir, ayat
33 menasihatkan: “carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya
itu akan ditambahkan kepadamu.” Carilah DAHULU kerajaan Allah, dan kebenaran-Nya
maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Juga dikatakan dalam Matius
7:7-11:
Matius 7:7-11
“MINTALAH, maka akan diberikan kepadamu; CARILAH, maka kamu akan mendapat; KETOKLAH, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya."
“MINTALAH, maka akan diberikan kepadamu; CARILAH, maka kamu akan mendapat; KETOKLAH, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya."
Siapakah orang yang mendapat? Siapakah orang yang
baginya pintu dibukakan? Kepada siapakah Allah memberi yang baik? Kepada mereka
yang meminta kepada-Nya, kepada mereka yang mengetok pintu-Nya. Oleh karena
itu, sekali lagi, sebagaimana dikatakan dalam 1 Petrus 5:7, masalahnya di sini
bukan apakah Allah mau mengambil tindakan dan memenuhi semua kebutuhan kita,
melainkan apakah kita mau mengambil tindakan, yaitu untuk tidak khawatir dan
untuk berdoa menyerahkan segala kekhawatiran kita kepada-Nya (itulah tindakan
kita, ditambah hal lain yang mungkin Allah perintahkan untuk kita lakukan).
Setelah itu, tugas Dialah untuk bertindak, yaitu menjawab doa kita, bahkan
melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan (Efesus
3:20), hanya tentu saja JIKA apa yang kita doakan itu sesuai dengan
kehendak-Nya. Dan tentang hal ini, kita akan maju ke poin berikutnya.
4. 1 Yohanes 5:14-15
Tentang keselarasan antara apa yang kita doakan dengan
kehendak-Nya, 1 Yohanes 5: 14-15 mengatakan:
1 Yohanes 5:14-15
“Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya. Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya.”
“Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya. Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya.”
Ayat ini tidak mengatakan, “Ia mengabulkan doa kita,
jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya”, tetapi, “Ia mengabulkan doa kita,
jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya MENURUT KEHENDAK-NYA.” Jadi, agar doa
kita didengar, kita harus berdoa menurut kehendak-Nya, yang dalam Roma 12:2
dikatakan sebagai “apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”
Jadi, kita perlu mengetahui apa kehendak Allah agar kita tahu apa yang dapat
kita harapkan dari-Nya. Untuk dapat mengetahui kehendak seseorang, orang itu
harus terlebih dahulu memberitahukan kehendaknya kepada kita. Demikian pula
untuk mengetahui kehendak Allah, Allah harus terlebih dahulu memberitahukan apa
kehendak-Nya kepada kita, baik melalui Alkitab, Firman-Nya yang tertulis,
ataupun melalui Roh Kudus yang telah Dia karuniakan kepada kita ketika kita
dilahirkan kembali. Mengenai yang pertama, sebagai contoh, ketika Firman Allah
berkata agar kita tidak khawatir tentang apa yang kita makan, minum dan pakai
tetapi kita harus mencari terlebih dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya,
Firman Allah tersebut memberitahukan kepada kita apa kehendak Allah tentang
kekhawatiran dan prioritas, yaitu: carilah dahulu kerajaan Allah, jangan
khawatir tentang apa pun juga, nyatakan dalam segala hal keinginan kita kepada
Allah, “maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Hal yang serupa berlaku
bagi banyak hal lain dengan aplikasi yang berlaku umum untuk semua orang,
seperti tentang keselamatan, manifestasi roh, kesembuhan, dll. Untuk hal-hal
ini dan hal lain yang telah dinyatakan dengan jelas di dalam Firman Allah
sebagai kehendak-Nya, kita tidak perlu menantikan Tuhan untuk datang dan
memberitahukan kepada kita kehendak-Nya secara pribadi, karena Dia telah
menyatakan kehendak-Nya ini di dalam Firman-Nya.
Namun, selain dari hal-hal yang memiliki aplikasi umum
serta telah sepenuhnya dinyatakan di dalam Alkitab - Firman Allah yang tertulis
- ada juga hal lain, hal-hal khusus, yang oleh karena sifatnya yang khusus,
tidak dinyatakan secara langsung di dalam Alkitab. Misalnya, selain dari
beberapa petunjuk umum tentang apa yang dapat kita harapkan3, Alkitab
tidak memberitahukan bahwa pekerjaan x, misalnya, adalah untuk saya atau besok
saya harus pergi ke tempat ini atau itu untuk melakukan perbuatan ini atau itu.
Jadi, bagaimana saya dapat mengetahui apa kehendak Allah untuk hal-hal lain
atau hal-hal semacam itu? Jawabannya adalah melalui Roh Kudus yang Allah
karuniakan kepada kita untuk berkomunikasi dengan kita. Allah bukan hanya
berada di dalam Firman-Nya yang tertulis, seperti yang banyak orang kristiani
pikirkan. Dia pun berada di dalam kita, melalui Roh Kudus yang dikaruniakan-Nya
kepada kita yang dimanifestasikan melalui sembilan manifestasi yang digambarkan
dalam 1 Korintus 12:8-10, yakni: kata-kata hikmat, kata-kata pengetahuan, iman,
karunia untuk menyembuhkan, kuasa untuk mengadakan mukjizat, bernubuat,
membedakan bermacam-macam roh, berbahasa roh, menafsirkan bahasa roh. Dari kesembilan
manifestasi tersebut, kata-kata hikmat dan kata-kata pengetahuan diberikan
secara khusus kepada kita agar kita dapat memiliki pengetahuan dan hikmat untuk
situasi tertentu yang tidak mungkin diperoleh hanya melalui kelima panca indra
kita. Jadi, bila saya ingin tahu apakah pekerjaan ini atau pekerjaan itu adalah
kehendak Allah, saya harus datang kepada Bapa, mendiskusikannya dengan Dia, dan
Dia akan memberitahukan kepada saya apakah baik dan bijaksana untuk saya
mempertimbangkan pilihan itu. Sebagaimana Yakobus 1:5 katakan:
Yakobus 1:5
“Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, --yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit--,maka hal itu akan diberikan kepadanya”
“Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, --yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit--,maka hal itu akan diberikan kepadanya”
Allah sungguh ingin agar kita (dan ini adalah
KEHENDAK-NYA) datang kepada-Nya untuk menerima hikmat yang berkelimpahan, yang
diberikan tanpa membangkit-bangkit.
Jadi kesimpulannya: Allah tidak mengatakan bahwa semua
kehendak-Nya adalah apa yang tercatat dalam Firman tertulis-Nya, seperti
pendapat banyak orang. Sebagian besar kehendak-Nya yang memiliki aplikasi umum
untuk semua orang dan yang kita semua butuhkan ada di sana. Namun ada hal-hal
khusus yang tidak dapat tercakup dalam Firman tertulis-Nya. Ini meliputi
sebagian besar dari keputusan sehari-hari yang harus kita ambil dan tentu saja
Allah pun mempunyai kehendak-Nya atas semua itu. Sesungguhnya, Dia mempunyai
kehendak-Nya atas segala sesuatu yang kita lakukan, dan agar kita dapat mengetahui
apa kehendak-Nya, yang tidak dinyatakan secara jelas di dalam Alkitab, kita
harus meminta agar Dia menunjukkannya kepada kita, menyatakannya kepada kita,
melalui Roh Kudus-Nya.
Kembali ke 1 Yohanes 5:14-15, kita harus tahu dengan
pasti, baik melalui Firman-Nya yang tertulis dan/atau terucap, apakah yang
menjadi kehendak Allah tentang hal-hal yang kita minta kepada-Nya. Apabila yang
kita minta dan doakan sesuai dengan kehendak-Nya, Ia pasti akan mengabulkan doa
kita jikalau kita percaya kepada-Nya. Sebaliknya, apabila permintaan atau doa
kita tidak sesuai dengan kehendak-Nya, sebagaimana dijelaskan dalam 1 Yohanes
5:14-15 …. doa kita tentu tidak akan dikabulkan-Nya.
5. "Meminta dalam iman"
Kita telah belajar dari Yakobus 1:5 yang menasihatkan
kita untuk meminta hikmat kepada Allah. Kita membaca lanjutan dari ayat yang
sama:
Yakobus 1:5-8
“Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, --yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit--,maka hal itu akan diberikan kepadanya. Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan. Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya.”
“Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, --yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit--,maka hal itu akan diberikan kepadanya. Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan. Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya.”
Sebagaimana telah kita pelajari sebelumnya, agar dapat
menerima dari Allah, ada 2 hal yang diperlukan:
i) meminta kepada-Nya dan
ii) apa yang kita minta haruslah seturut dengan
kehendak-Nya.
Selain kedua hal ini, ada syarat yang ketiga, yaitu
iman. Ayat di atas mengatakan bahwa apabila seseorang tidak meminta dalam iman,
ia tidak akan menerima apa pun dari-Nya. Mengenai arti iman, anak kalimat
“Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang” (Yakobus
1:6) mengontraskan iman dan bimbang sebagai sebuah pertentangan. Jadi, tatkala
kita memercayai Tuhan kita memiliki iman dan tatkala kita meragukan-Nya kita
tidak memiliki iman. Jadi, iman adalah memercayai Allah dan melaluinya kita
mengizinkan Dia untuk bertindak dalam hidup kita. Ketiadaan iman sama sekali
tidak mengecilkan kuasa Allah untuk menolong kita. Kuasa Allah tetap sama baik
kita memiliki iman atau tidak. Namun, apakah kita mau mengizinkan-Nya
menggunakan kuasa-Nya itu di dalam hidup kita tergantung pada apakah kita
memercayai-Nya. Kita tidak akan membukakan pintu bagi seseorang yang tidak kita
percayai. Demikian juga, kita tidak mengizinkan Allah bertindak apabila kita
tidak memercayai-Nya.
Sebagaimana Matius 13:58 nyatakan dengan jelas, ketika
Kristus berada di daerah asal-Nya, “karena ketidakpercayaan mereka, tidak
banyak mukjizat diadakan-Nya di situ.” Tentu saja, Kristus sanggup melakukan
perbuatan yang sama di sana seperti yang Ia lakukan di tempat-tempat lain.
Namun, orang-orang di daerah itu tidak mengizinkan hal itu, oleh karena
ketidakpercayaan mereka.
Sekarang mengenai seberapa besarkah iman yang
diperlukan untuk kita dapat menerima dari Allah, Matius 17:20 menyatakan dengan
jelas bahwa iman yang terkecil pun sudah cukup untuk membuat perkara-perkara
besar terjadi. Sebagaimana dikatakan dalam:
Matius 17:20
“Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.”
“Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.”
Juga dikatakan dalam Markus 11:24:
“Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.”
“Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.”
Menurut Bullinger dan Zodhiates, kata “biji sesawi”
“merupakan sebuah ungkapan untuk menggambarkan partikel yang terkecil4."
Jadi, menurut Yesus, bahkan iman terkecil pun, yang hanya sebesar biji sesawi,
telah cukup untuk memindahkan gunung, dan membuat apa pun yang kita doakan
kepada Allah diberikan-Nya kepada kita JIKA (hanya JIKA), sebagaimana 1 Yohanes
5:14-15 katakan, apa yang kita minta itu seturut dengan kehendak Allah.
Persyaratan inilah yang seringkali tidak kita perhitungkan, dan kita heran
mengapa kita tidak menerima “apa saja yang kita minta dan doakan,” padahal kita
telah memintanya dalam doa dan percaya. Memang tidaklah cukup untuk hanya
berdoa dan percaya bahwa kita telah menerima apa yang kita doakan. Apa yang
kita doakan dan percaya itu haruslah seturut dengan kehendak Allah. Apabila doa
kita itu benar-benar sesuai dengan kehendak Allah, bahkan iman yang besarnya
hanya sekecil biji sesawi saja telah cukup untuk membuat doa kita dikabulkan.
Sebaliknya, apabila doa kita itu tidak sesuai dengan kehendak Allah, bahkan
iman terbesar pun tidak akan membuat doa itu dikabulkan, setidaknya dipandang
dari pihak Allah. Oleh karena itu, persamaannya di sini bukan “percaya =
menerima” tetapi “saya percaya apa yang telah saya ketahui sebagai kehendak
Tuhan, dan saya menerimanya.” Karenanya, iman itu bukan sebuah proses di mana
saya meyakinkan diri saya sendiri bahwa saya akan menerima dari Tuhan apa pun
gagasan yang muncul di kepala saya. Sebaliknya, iman adalah kepercayaan saya
kepada-Nya, yang dinyatakan oleh tindakan saya, yang melaluinya saya melakukan
apa yang telah saya ketahui sebagai kehendak-Nya. Oleh karena itu, seandainya
pun Allah memberitahukan kepada saya bahwa apa yang saya doakan itu bukan
kehendak-Nya dan saya tidak boleh melakukannya, bila saya benar-benar mengikuti
arahan-Nya dan saya tidak melakukannya, maka tindakan saya itu menunjukkan saya
percaya kepada-Nya. Jadi, pertama-tama kita memiliki atau mengetahui dahulu
Firman atau kehendak Allah (ucapan atau tertulis) tentang sesuatu, KEMUDIAN
kita memercayainya dan bertindak sesuai dengan apa yang dikatakannya.
6. Mazmur 66:18
Akhirnya, untuk menutup artikel ini, saya ingin
menunjukkan satu lagi penyebab mengapa Allah tidak mau mendengar doa. Ini
diberikan dalam Mazmur 66:18:
Mazmur 66:18
“Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar.”
“Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar.”
Jelas dinyatakan dalam ayat tersebut, bahwa niat jahat
yang ada di dalam hati seseorang membuat Tuhan tidak mau mendengar doa orang
itu. Sebagaimana Petrus menegur dengan keras Simon si penyihir:
Kisah Para Rasul 8:21-22
“Tidak ada bagian atau hakmu dalam perkara ini, sebab hatimu tidak lurus di hadapan Allah. Jadi bertobatlah dari kejahatanmu ini.....”
“Tidak ada bagian atau hakmu dalam perkara ini, sebab hatimu tidak lurus di hadapan Allah. Jadi bertobatlah dari kejahatanmu ini.....”
Allah tertarik dengan HATI kita, karena hanya di
sanalah Ia tinggal. Bila hati seseorang jahat dan tidak lurus di hadapan-Nya,
tentunya hati itu bukan tempat yang memadai bagi-Nya. Sebagaimana Amsal 15:29
katakan:
Amsal 15:29
“TUHAN itu jauh dari pada orang fasik, tetapi doa orang benar didengar-Nya.”
“TUHAN itu jauh dari pada orang fasik, tetapi doa orang benar didengar-Nya.”
Tentu saja ada orang berhati jahat di luar sana. Dan,
alasan saya menambahkan bagian ini adalah karena Anda mungkin saja bertemu
dengan orang-orang seperti ini pada suatu hari nanti. Jadi, jika seseorang
mengatakan kepada Anda bahwa ia tidak menerima apa pun dari Allah, mungkin
penyebabnya (tetapi bukan penyebab satu-satunya) adalah karena ia punya niat
jahat dalam hatinya, dan Tuhan tidak mau mendengar doa orang-orang seperti itu.
kita telah belajar tentang kekhawatiran, juga apa yang
Firman Allah katakan tentang kekhawatiran. Seperti yang telah kita pahami:
Allah ingin agar kita tidak khawatir tentang apa pun juga tetapi menyerahkan
segala kekhawatiran kita kepada-Nya melalui doa. Selain itu, kita juga telah
mengerti bahwa harus ada keselarasan antara apa yang kita minta dan doakan
dengan kehendak-Nya yang baik, berkenan dan sempurna. Allah tidak memiliki
ataupun memberi sesuatu yang kurang nilainya. Kehendak-Nya adalah sempurna, dan
apa yang Ia sediakan bagi kita juga SEMPURNA (Yakobus 1:17). Tuhan Yesus
memberkati!. Amin
Komentar
Posting Komentar