Jangan
Menghakimi, Supaya Kamu Tidak Dihakimi
Matius 7:1-5

“Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.
Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi
dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. Mengapakah
engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu
tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu:
Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam
matamu. Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau
akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”
Di sini Yesus memberi kita beberapa pengajaran yang
sangat penting berkaitan dengan hubungan antara sesama di dalam gereja. Minggu
lalu, kita sudah membahas tentang hubungan antara setiap orang Kristen dengan
Allah. Dan hari ini, Tuhan Yesus membawa perhatian kita ke arah lain, yakni
hubungan antara sesama. Kedua hal ini, hubungan kita dengan Allah dan hubungan
kita antara sesama, secara langsung saling berkaitan. Apa itu hubungan yang
sejati di antara orang Kristen atau haruskah setiap orang Kristen saling
berhubungan di antara sesama mereka? Di sini Ia memberi kita peringatan dan
dorongan.
Orang yang Menghakimi akan Menghadapi Penghakimannya
Sendiri
Pertama, peringatannya adalah bahwa kita seharusnya tidak menghakimi.
Pertama, peringatannya adalah bahwa kita seharusnya tidak menghakimi.
sambil Anda menghakimi orang lain, Anda sedang
menghakimi diri Anda sendiri. Dan Tuhan Yesus juga menyajikan contoh yang
sangat lucu di dalam ayat-ayat tersebut. Tuhan Yesus berkata, “Mengapakah
engkau melihat selumbar di mata saudaramu”, selumbar adalah benda yang sangat
kecil, “kamu sangat mampu melihat selumbar di mata saudaramu tetapi kamu tidak
mampu,” di sini Tuhan Yesus menggunakan gambaran yang sangat lucu, “melihat
balok di matamu”. Balok yang dibicarakan ini adalah balok yang biasa dipakai
sebagai penyangga atap. Biasanya berasal dari batang utama sebuah pohon yang
sisi-sisinya dipotong persegi dan dipasang sebagai tiang utama. Tuhan Yesus
gemar memakai kata yang dilebih-lebihkan, sehingga perbedaan yang sangat
menyolok itu akan membuat gambaran yang diberikan menjadi sangat jelas.
Menghakimi – Cerminan Sikap Merasa Unggul
Mari kita perhatikan lebih teliti lagi pengajaran yang disampaikan oleh Tuhan Yesus ini. Pertama, Tuhan Yesus berkata, “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.” Menghakimi merupakan suatu kewenangan, kewenangan dari penguasa. Seorang hakim akan bertindak sebagai orang yang memiliki kewenangan atas diri Anda. Jika Anda berbuat salah, pemerintah akan memanggil Anda, atau menyeret Anda ke pengadilan, atau jika ada dua orang yang berselisih, mereka membawa persoalan tersebut kepada pihak yang memiliki kewenangan yang lebih tinggi. Hakim merupakan perwujudan dari pihak yang memiliki kewenangan yang lebih tinggi. Jadi pada saat Tuhan Yesus berkata, “Jangan menghakimi”, yang Ia maksudkan adalah, setiap orang dari antara kita tidak boleh menempatkan diri di atas orang lain. Ini adalah persoalan yang sangat mendasar di dalam hubungan sesama manusia, setiap orang ingin menganggap bahwa dirinya sendiri lebih baik dari orang lain dan dengan demikian merasa berhak untuk menghakimi orang lain. Contohnya, jika Anda berkata bahwa seseorang itu sombong, Anda secara tidak langsung sedang berkata bahwa Anda tidak sombong dan Anda berada di dalam posisi mengumumkan seseorang yang lain sebagai sombong. Jika Anda menyatakan seseorang itu sebagai salah, Anda sesungguhnya sedang berkata bahwa Anda lebih baik dari dia karena ia tidak tahu apa yang salah tapi Anda tahu apa yang salah. Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa sikap yang sedemikian di antara orang Kristen merupakan sumber masalah di dalam gereja. Di sini Tuhan Yesus sedang menangani suatu sikap. Sikap merasa lebih unggul dari orang lain.
Mari kita perhatikan lebih teliti lagi pengajaran yang disampaikan oleh Tuhan Yesus ini. Pertama, Tuhan Yesus berkata, “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.” Menghakimi merupakan suatu kewenangan, kewenangan dari penguasa. Seorang hakim akan bertindak sebagai orang yang memiliki kewenangan atas diri Anda. Jika Anda berbuat salah, pemerintah akan memanggil Anda, atau menyeret Anda ke pengadilan, atau jika ada dua orang yang berselisih, mereka membawa persoalan tersebut kepada pihak yang memiliki kewenangan yang lebih tinggi. Hakim merupakan perwujudan dari pihak yang memiliki kewenangan yang lebih tinggi. Jadi pada saat Tuhan Yesus berkata, “Jangan menghakimi”, yang Ia maksudkan adalah, setiap orang dari antara kita tidak boleh menempatkan diri di atas orang lain. Ini adalah persoalan yang sangat mendasar di dalam hubungan sesama manusia, setiap orang ingin menganggap bahwa dirinya sendiri lebih baik dari orang lain dan dengan demikian merasa berhak untuk menghakimi orang lain. Contohnya, jika Anda berkata bahwa seseorang itu sombong, Anda secara tidak langsung sedang berkata bahwa Anda tidak sombong dan Anda berada di dalam posisi mengumumkan seseorang yang lain sebagai sombong. Jika Anda menyatakan seseorang itu sebagai salah, Anda sesungguhnya sedang berkata bahwa Anda lebih baik dari dia karena ia tidak tahu apa yang salah tapi Anda tahu apa yang salah. Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa sikap yang sedemikian di antara orang Kristen merupakan sumber masalah di dalam gereja. Di sini Tuhan Yesus sedang menangani suatu sikap. Sikap merasa lebih unggul dari orang lain.
Alkitab mengajarkan bahwa kita harus belajar untuk
saling merendahkan diri antara satu dengan yang lainnya, tunduk terhadap satu
dengan lain, bukannya berlaku seperti orang penting di hadapan yang lainnya.
Itu sebabnya di dalam Yohanes 13, Tuhan Yesus membasuh kaki murid-muridNya dan
mengatakan bahwa apa yang sudah Ia lakukan atas mereka harus mereka lakukan
pula terhadap orang lain. Membasuh kaki orang lain berarti menjadi budak orang
itu karena hal itu adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seorang budak bagi
tuannya; membasuh kaki majikannya. Itu sebabnya mengapa di dalam Filipi 2:3 dan
Efesus 5:21 sekaligus, Paulus berkata “Rendahkanlah dirimu seorang akan yang
lain”. Jangan malah berusaha untuk menjadi tuan atas orang lain, jadilah hamba
bagi orang lain. Untuk tujuan itulah kita dipanggil olehNya. Saya meminta Anda
untuk memikirkan bahwa kalau di dalam gereja kita benar-benar dapat hidup
seperti ini, benar-benar merendahkan diri di hadapan orang lain dengan setulus
hati, seperti apa jadinya perubahan perilaku jemaat di dalam gereja? Seperti
apa jadinya gereja jika kita tidak melirik ke arah orang lain dan menilai bahwa
kita tidak lebih buruk dari pada dia? Mengapa kita tidak mengekang hasrat untuk
membandingkan diri ini, bukankah hal itu sepenuhnya wewenang Allah? Perilaku
yang ingin menang sendiri ditujukan untuk menaikkan harga diri, ego kita, agar
kita merasa bahwa diri kita memiliki arti di dunia ini. Namun manusia rohani tidak
peduli dengan urusan nilai harga dirinya. Ia hanya memperhatikan apa yang Allah
nilai dari dirinya dan hal itu membawa dampak yang kekal.
Tuhan Menghargai Orang yang Rendah Hati
Kita harus belajar untuk menghormati terutama mereka yang paling rendah di antara kita. Orang-orang penting itu sudah mendapat penghormatan yang cukup dari dunia dan Anda tidak perlu menambah besar kepala mereka. Jadi kita harus miliki sikap dasar yang satu ini, perubahan sikap seperti yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, yaitu kita tidak bergiat untuk meninggikan diri atau sebaliknya menjilat orang lain.
Kita harus belajar untuk menghormati terutama mereka yang paling rendah di antara kita. Orang-orang penting itu sudah mendapat penghormatan yang cukup dari dunia dan Anda tidak perlu menambah besar kepala mereka. Jadi kita harus miliki sikap dasar yang satu ini, perubahan sikap seperti yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, yaitu kita tidak bergiat untuk meninggikan diri atau sebaliknya menjilat orang lain.
Tidak Menghakimi bukan Berarti Membutakan Mata
terhadap Dosa
Di sini kita perlu mempertanyakan, demi pemahaman yang lebih tepat pada ajaran Tuhan Yesus, ketika Tuhan Yesus berkata “Jangan menghakimi”, selain dari persoalan sikap, hal apa lagi yang Ia maksudkan? Pertama-tama perlu ditekankan sekali lagi bahwa hal utama yang Ia maksudkan adalah perkara sikap ketimbang tindakan. Jika Anda memiliki sikap yang benar, maka Anda tentu tidak mau melakukan hal yang salah. Namun sekalipun Anda sudah melakukan tindakan yang benar, belum tentu sikap Anda benar pula pada saat melakukan hal tersebut. Jadi ketika Tuhan Yesus berkata “Jangan menghakimi”, apakah Ia sedang mengajarkan kita, sebagai contoh, untuk membutakan mata terhadap dosa yang terjadi di tengah jemaat? Ketika dosa terjadi di dalam gereja, saat ada perkara kesalahan yang serius terjadi di dalam jemaat, sebagai contoh, memberi penghormatan karena seseorang adalah orang penting di dunia, atau dosa yang lebih parah daripada itu, apakah kita harus membutakan mata kita dan berkata, “Saya tidak boleh menghakimi. Orang itu boleh berbuat dosa, semua orang boleh berbuat dosa, itu semua bukan urusan saya”? Atau mungkin ada seorang nabi palsu yang datang dan mengajarkan kesesatan kepada kita, haruskah kita berkata, “Saya tidak dapat menghakimi, biarkan saja dia mengajar sesuka hatinya”? Atau jika ada serigala berbulu domba yang masuk ke tengah jemaat dan memangsa domba-domba, kita hanya berkata, “Tidak dapat kita menghakimi dia. Kita menyebut dia serigala berbulu domba, berarti kita sudah menghakimi dia. Lebih baik saya tutup mulut.”
Di sini kita perlu mempertanyakan, demi pemahaman yang lebih tepat pada ajaran Tuhan Yesus, ketika Tuhan Yesus berkata “Jangan menghakimi”, selain dari persoalan sikap, hal apa lagi yang Ia maksudkan? Pertama-tama perlu ditekankan sekali lagi bahwa hal utama yang Ia maksudkan adalah perkara sikap ketimbang tindakan. Jika Anda memiliki sikap yang benar, maka Anda tentu tidak mau melakukan hal yang salah. Namun sekalipun Anda sudah melakukan tindakan yang benar, belum tentu sikap Anda benar pula pada saat melakukan hal tersebut. Jadi ketika Tuhan Yesus berkata “Jangan menghakimi”, apakah Ia sedang mengajarkan kita, sebagai contoh, untuk membutakan mata terhadap dosa yang terjadi di tengah jemaat? Ketika dosa terjadi di dalam gereja, saat ada perkara kesalahan yang serius terjadi di dalam jemaat, sebagai contoh, memberi penghormatan karena seseorang adalah orang penting di dunia, atau dosa yang lebih parah daripada itu, apakah kita harus membutakan mata kita dan berkata, “Saya tidak boleh menghakimi. Orang itu boleh berbuat dosa, semua orang boleh berbuat dosa, itu semua bukan urusan saya”? Atau mungkin ada seorang nabi palsu yang datang dan mengajarkan kesesatan kepada kita, haruskah kita berkata, “Saya tidak dapat menghakimi, biarkan saja dia mengajar sesuka hatinya”? Atau jika ada serigala berbulu domba yang masuk ke tengah jemaat dan memangsa domba-domba, kita hanya berkata, “Tidak dapat kita menghakimi dia. Kita menyebut dia serigala berbulu domba, berarti kita sudah menghakimi dia. Lebih baik saya tutup mulut.”
Sudah pasti Tuhan Yesus tidak menghendaki kita untuk
menjadi seperti itu. Ia menyuruh kita untuk berwaspada, mampu mengenali
serigala yang menyusup dengan memakai bulu domba. Pimpinan gereja, khususnya,
memiliki tanggungjawab yang berat dalam hal ini. Dan ketika Tuhan Yesus
berkata, “Jika orang lain berbuat dosa terhadap kamu”, apa yang akan Anda
lakukan? Anda akan berkata, “Biarkan saja, saya tidak mau menghakimi dia”.
Apakah ini sikap yang benar? Apakah tindakan Anda membantu menyelamatkan dia,
jika Anda menutup mata terhadap dosa yang sudah terjadi? Tidak sama sekali, di
dalam Matius 18:15 dan selanjutnya, Tuhan Yesus berkata, “Jika ada saudaramu
yang berbuat dosa terhadap kamu, maka kamu harus mendatangi dan menegurnya,
katakanlah ‘Saudaraku yang kekasih, engkau sudah berbuat dosa. Apa yang engkau
lakukan itu tidak benar'”. Jika ia tetap tidak mau mendengar, maka, “bawalah
seorang atau dua orang lagi saksi untuk berbicara kepadanya”. Dan Jika ia masih
tidak mendengar maka perkara ini harus dibawa ke tengah jemaat. Dan jika ia
tetap tidak mau mendengar teguran dari jemaat, maka gereja akan mengucilkan
dia, dan dia akan dipandang sebagai orang yang tidak percaya.
Jadi kita melihat bahwa perkataan Tuhan Yesus “Jangan
menghakimi” tidak dimaksudkan agar kita menutup mata terhadap dosa. Lebih dari
itu, khususnya bagi para pengajar, ada tanggungjawab yang besar untuk bertindak
melawan dosa, melawan dosa yang hendak menjerat jemaat secara keseluruhan. Saya
teringat pada waktu saya sedang berbicara menentang dosa di dalam jemaat, ada
satu saudara yang datang dan berkata kepada saya, “Tampaknya Anda memiliki
kesombongan yang cukup tinggi untuk menghakimi gereja”. Saudara yang terkasih
ini tampaknya belum mepelajari Perjanjian Lama. Di dalam Perjanjian Lama kita
melihat para nabi, hamba-hamba Allah, berseru kepada segenap bangsa Israel,
mengutuk dosa-dosa yang dilakukan oleh bangsa Israel. Tentu saja orang Israel
tidak akan mencintai nabi-nabi tersebut karena teguran mereka yang keras itu.
Yeremia dilemparkan ke dalam lubang dan diharapkan mati di sana, untunglah ada
orang yang datang dan menolongnya. Bangsa Israel membenci para nabi karena
mereka berteriak keras terhadap dosa-dosa.
Kita Diharuskan untuk Mengasihi dan Bukannya untuk
Mengecam
Jadi Anda dapat memahami sekarang mengapa Tuhan Yesus mengatakan hal ini. Alasan dalam menghakimi, alasan mengapa kita tidak boleh menghakimi karena hal itu mengobarkan sikap mengutuk yang tidak boleh ada dalam diri setiap murid dalam hubungan mereka dengan orang lain. Kita hadir di dunia ini untuk saling mengasihi dan bukannya untuk menempatkan diri di atas orang lain. Tetapi mungkin akan ada yang berkata, “Tetapi Anda sendiri mengatakan bahwa Tuhan Yesus tidak mengijinkan kita untuk membutakan mata terhadap dosa”. Dan tidak ada satu orang pun yang tidak berdosa, jadi Anda merasa memiliki banyak amunisi. Tidakkah itu berarti bahwa saya boleh menatap ke arah orang lain dan berkata, “Aha, orang ini berdosa, saya akan mengecamnya”? Yesus berkata bahwa kita tidak boleh menutup mata terhadap dosa. Jadi bagaimana dengan dosa Anda sendiri? Jika Anda mendebat dengan cara ini, hal itu hanya menunjukkan sekali lagi bahwa Anda masih belum memiliki sikap yang benar. Sikap adalah titik awal. Anda dapat melihat hal itu di dalam cara orang bertutur kata terhadap Anda tentang hal-hal ini. Jika kita benar-benar mengasihi seseorang, kita tidak akan memiliki alasan untuk mengecam orang lain.
Jadi Anda dapat memahami sekarang mengapa Tuhan Yesus mengatakan hal ini. Alasan dalam menghakimi, alasan mengapa kita tidak boleh menghakimi karena hal itu mengobarkan sikap mengutuk yang tidak boleh ada dalam diri setiap murid dalam hubungan mereka dengan orang lain. Kita hadir di dunia ini untuk saling mengasihi dan bukannya untuk menempatkan diri di atas orang lain. Tetapi mungkin akan ada yang berkata, “Tetapi Anda sendiri mengatakan bahwa Tuhan Yesus tidak mengijinkan kita untuk membutakan mata terhadap dosa”. Dan tidak ada satu orang pun yang tidak berdosa, jadi Anda merasa memiliki banyak amunisi. Tidakkah itu berarti bahwa saya boleh menatap ke arah orang lain dan berkata, “Aha, orang ini berdosa, saya akan mengecamnya”? Yesus berkata bahwa kita tidak boleh menutup mata terhadap dosa. Jadi bagaimana dengan dosa Anda sendiri? Jika Anda mendebat dengan cara ini, hal itu hanya menunjukkan sekali lagi bahwa Anda masih belum memiliki sikap yang benar. Sikap adalah titik awal. Anda dapat melihat hal itu di dalam cara orang bertutur kata terhadap Anda tentang hal-hal ini. Jika kita benar-benar mengasihi seseorang, kita tidak akan memiliki alasan untuk mengecam orang lain.
Jadi hal ini menjadi pokok yang sangat menarik bagi
yang mempelajari teologi. Penganut aliran liberal adalah kelompok yang paling
kritis. Mereka akan selalu siap untuk mengecam setiap orang. Kritik mereka
pandang sebagai kebenaran. Mereka berpendapat bahwa orang yang belajar teologi
berarti memasuki pelatihan untuk mengkritik. Jika Anda tidak mengkritik maka
Anda bukanlah teolog yang baik. Dan apa yang mereka lakukan? Mereka mengkritik
Paulus, mereka mengkritik Yohanes. Mereka berkata bahwa Paulus plin-plan di
bagian ini dan bagian itu. Ini semua, mereka anggap sebagai tanda
kecendekiawanan mereka, dengan cara itulah kita harus berbicara. Kenyataannya,
di dalam pandangan kaum liberal, tidak ada satu orang pun yang tidak dapat
dikritik. Setiap orang dikecam dengan berbagai cara, mulai dari para nabi
sampai para rasul Perjanjian Baru. Semua orang dikritik. Teolog liberal merasa
berhak mengkritik setiap orang. Dan sejujurnya saya katakan kepada Anda,
sekalipun saya mempelajari buku-buku mereka, buku-buku penting yang mereka
tuliskan, tidak jarang saya merasa muak sampai-sampai saya memberi catatan
pinggir di dalam beberapa buku tersebut. Orang-orang ini merasa bahwa mereka
lebih tahu dari Paulus, Yohanes, Yesaya maupun Yeremia. Mereka lebih tahu dari
setiap orang. Hal yang paling disayangkan dari orang-orang seperti Paulus dan
Yohanes adalah bahwa mereka tidak pernah mendapat kesempatan untuk duduk
bersimpuh di kaki para teolog besar abad ke dua puluh ini. Seandainya saja
mereka mendapat kesempatan itu, maka mereka akan menjadi lebih besar dari apa
yang sudah ada, begitu menurut para teolog ini. Dan sekali kita melakukan hal
yang seperti itu, Anda tidak akan terkejut jika saya berkata bahwa Anda akan
mengkritik bahkan Yesus sendiri. Anda tidak dapat lagi melihat batasan, sekali
Anda mengambil sikap seperti itu, di mana Anda akan berhenti?
Jadi saya beritahukan Anda, saudara-saudara,
berhati-hatilah dalam menelaah ucapan Yesus dan sikap yang benar tidak akan
membuat Anda merasa “Karena saya seorang teolog, seorang cendekiawan, maka
tugas saya adalah mengkritik orang lain.” Allah tidak pernah memberi Anda tugas
seperti itu, jadi Anda boleh mempertimbangkan untuk berhenti melakukan tugas
seperti itu. Di dalam Galatia 5:15, rasul Paulus mengingatkan jemaat di Galatia
dengan kata-kata seperti itu. Ia berkata, “Tetapi jikalau kamu saling menggigit
dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan”. Hal ini
menunjukkan bahwa orang-orang di Galatia sudah jatuh dalam kesalahan yaitu
tidak mendengarkan pengajaran Yesus ini. Mereka merasa bahwa mereka dapat
mengkritik setiap orang. Itu tidak apa-apa, sudah tugas kita. Dan Paulus
berkata, “Tetapi jikalau kamu saling mengigit dan saling menelan”, artinya
saling memakan, maka kamu semua akan menelan habis satu sama lain. Pada
akhirnya tidak akan ada yang tersisa. Paulus berkata, “Jika kamu saling
menggigit seperti hewan aduan, maka kamu akan saling memakan.” Anda pikir, jika
Anda masuk di tengah jemaat seperti ini, kesaksian macam apa yang dapat mereka
tampilkan kepada orang Kristen yang baru atau kepada orang yang bukan Kristen?
Jika kita mengasihi Allah, jika kita mengasihi umatNya, kita mengasihi
jemaatNya, akankah kita datang ke gereja dan berkata, “Saya tidak setuju dengan
kamu, Saya tidak setuju dengan kamu dan saya juga tidak senang orang itu?
Kesaksian macam apa ini? Jika Anda tidak setuju dengan seseorang, datang dan
berbicaralah kepada mereka, selesaikan persoalan tersebut dengan mereka. Anda
tidak perlu menyiarkan perkara ini kepada setiap orang bahwa Anda sedang
berselisih dengan seseorang. Apakah kita tidak mempedulikan ketenteraman orang
Kristen yang baru dan orang non Kristen? Tidakkah Tuhan Yesus berkata, “Dengan
inilah setiap orang akan mengetahui bahwa kamu adalah muridKu, bahwa kamu
sekalian saling mengasihi.” Dan kita sudah memahami bahwa di mana ada watak
pengecam, maka tidak ada kasih.
Ini adalah prinsip yang dapat Anda uji dalam kehidupan
sehari-hari, jika Anda memiliki iman dan keberanian untuk mencobanya, karena
iman dan keberanian berjalan bersama. Banyak orang menjadi penakut karena
mereka tidak memiliki iman. Banyak orang yang ingin tahu, bagaimana saya bisa
mengetahui bahwa Allah itu nyata? Allah sudah menyediakan satu prinsip di sini
yang dapat kita pakai untuk membuktikannya. Sangat mudah bagi Anda untuk
mencobanya. Bukankah sangat indah bahwa di dalam Alkitab, Allah tidak menyuruh
kita untuk memiliki iman yang buta? Ia menyatakan bahwa semakin banyak Anda
memberi, semakin banyak Anda menerima, ukuran yang Anda tetapkan menjadi ukuran
yang Anda hadapi. Anda dapat membuktikannya. Sangat mudah untuk dibuktikan,
tetapi jangan membuktikannya melalui cara Daud. Ia menetapkan hukuman empat
kali lipat dan ia mendapatkannya, jangan mencoba bagian yang itu.
Mari kita masukkan pelajaran ini ke dalam hati kita,
prinsip yang indah ini, peringatan dan dorongannya, jalankan itu, buktikan,
lihat dan nikmati kebenaran bahwa Allah itu baik. Tuhan Yesus memberkati!. Amin
Komentar
Posting Komentar