BELAJAR MENGASIHI KEBAIKAN TUHAN YESUS
Mazmur 115 : 9 – 15

1.
“Perkawinan di Kana”.
Dimana-mana
rasepsi perkawinan adalah suatu kegiatan sukacita. Namun, yang satu ini
berbeda, ada persoalan dan kesulitan yang terjadi, mereka kekurangan anggur.
Melalui persoalan dan kesulitan ini kita menyaksikan pewujudan kemuliaan Tuhan
Yesus, suatu mujizat yang menghasilkan iman dalam hati murid-murid-Nya.
Di Palestina pesta kawin merupakan suatu peristiwa
penting. Dan pesta perkawinan itu berlangsung lebih dari satu hari (ada
penafsir yang mengatakan bahwa pesta perkawinan di Palestina berlangsung selama
tujuh hari). Di dalam pesta kawin yang penuh sukacita seperti itulah Yesus
hadir. Di pesta sukacita itu, mereka (yang menyelenggarakan pesta adalah
keluarga dari pihak mempelai laki-laki [paranak]) kehabisan anggur.
Anggur merupakan hal yang sangat penting di dalam
pesta Yahudi. Para rabbi mengatakan: “tanpa anggur tak ada sukacita”. Itu
sebabnya, anggur merupakan suatu kewajiban bagi orang Yahudi. Bagi mereka,
anggur melambangkan dan membangkitkan sukacita (lih. Am. 9:13; Hos. 14:7).
Namun, kita jangan berfikir bahwa anggur yang dihidangkan itu adalah sesuatu
yang memabukkan, walaupun memang anggur itu beralkohol. Biasanya anggur yang
dihidangkan itu adalah anggur yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 sampai
1:10, sehingga kandungan alkoholnya sangatlah rendah. Anggur yang tidak diencerkan
dianggap “minuman keras”, dan tidak diminum orang baik-baik.
2. Kehabisan Anggur.
Letak persoalannya adalah soal kehabisan anggur. Saudara bisa bayangkan, betapa
malunya tuan rumah kalau sampai hal yang penting dalam resepsi perkawinannya
yaitu anggur kurang atau habis, ‘apa kata dunia?’ Itu juga sama dengan pesta
pernikahan bagi orang Batak. Bila makanan, baik “saksang” maupun nasi (indahan)
kurang, itu adalah sesuatu yang memalukan dan bagian dari pelayanan yang kurang
hormat dan pelayanan yang kurang baik.
Kehabisan anggur tidak hanya menimbulkan rasa malu
bahkan kemungkinan juga dapat dituntut di pengadilan, jika apa yang mereka
hidangkan tidak lengkap. Kehabisan anggur di dalam suatu pesta kawin merupakan
penghinaan yang tak terhingga bagi kedua mempelai.
Tidak terbayangkan, bagaimana malu dan paniknya tuan
rumah di saat itu. Begitu gelisahnya tuan rumah karena persoalan yang terjadi.
Kemudian kita berfikir, kenapa anggurnya kurang atau habis? Mungkin saja tuan
rumah ini adalah orang miskin sehingga anggur yang disediakan juga pas-pasan.
Aduh, kalau itu persoalannya maka tuan rumah tidak dapat disalahkan. Ada
ungkapan dalam bahasa Batak yang berkata demikian, “hansit do tangan
mandanggurhon na soada”, tentu tidak mungkin melakukan apa pun karena
memang yang dimiliki sangatlah terbatas. Yah, yang pasti pasrah dengan apa pun
yang terjadi.
3. Seorang Ibu yang peduli.
Untung saja masih ada yang peduli dengan persoalan itu. Ibu Yesus tahu
persoalan yang timbul di tengah-tengah pesta sukacita itu. Kepedulian Maria
bukti bahwa dia ikut merasakan dan memikirkan pergumulan tuan rumah sehingga ia
berkata kepada Yesus, anaknya itu, “Mereka kehabisan anggur” (ay. 3). Perkataan
dan laporan Maria kepada anaknya, Yesus, ini memang agak sedikit aneh. Kenapa aneh?
Karena menurut laporan Yohanes, Tuhan Yesus belum pernah melakukan tanda
apapun. Air menjadi anggur adalah tanda pertama yang dilakukan Yesus ketika
bersama dengan para murid dan ibunya (lih. ay. 11). Nah, apa yang membuat Maria
begitu yakin sehingga harus melaporkan kesulitan (persoalan) itu kepada Yesus?
Bagian ini merupakan inti dari khotbah ini. Laporan Maria ini menjadi titik
awal secara terbuka Tuhan menyatakan diri-Nya dalam kemuliaan-Nya, sehingga
membuat para murid dan orang-orang yang ada di sekitar itu menjadi beriman. Ada
beberapa bagian penting yang membuat Maria begitu yakin kepada Yesus. Pertama,
Maria sungguh menyadari dengan mengingat nubuatan malaikat dan manusia pada
waktu Yesus dilahirkan. Hal itu adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri oleh
siapapun. Kedua, Maria mengerti bahwa Yesus dapat diandalkan.
Apapun yang menjadi alasan Maria, yang pasti adalah,
di sini Yesus untuk pertama sekali menyatakan kemuliaan-Nya justru di suatu
pesta kawin di Galilea. Dan di situ pula para murid-Nya mengetahui siapa
sebenarnya Yesus, meskipun hanya sekejap.
4. Jawaban Yesus: penolakan tetapi
mengutamakan penyelesaian. Jawaban yang sulit untuk dipahami ketika Yesus
berkata, “: “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba”
(ay. 4). Kenapa sulit? Karena walaupun Yesus seolah menolak namun akhirnya Dia
melakukannya juga. Hanya ada satu alasan Tuhan Yesus menolak permintaan ibu-Nya
bahwa saat-Nya belum tiba. Saat yang dimaksud dalam bahasa Yunani
disebut “hora”. Kata “hora” dapat diartikan dengan “pukul” atau “jam”, namun
kata ini lebih sering dipakai dengan kata “datang” (erkhomai) untuk merujuk
pada penyaliban dan kebangkitan Tuhan Yesus, penderitaan murid-murid-Nya, atau
suatu waktu di masa depan yang tertanda kebangkitan dan penyembahan yang benar.
“Saat-Ku belum tiba” adalah upaya mengingatkan Maria, bahwa waktu-Nya, jam-Nya
belum tiba. Ada beberapa hal yang perlu kita ingat dari perkataan ini, yaitu:
a. Tuhan Yesus ingin agar Maria dan semua orang yang
ada di sana mengutamakan Kerajaan Allah, yang dapat diumpamakan sebagai Pesta
Perkawinan (Mat. 22:1-14; 25: 1-13; Why. 19:7, 9), sehingga Dia langsung
berbicara seolah-olah mengenai saat kemuliaan-Nya, yaitu Pesta
Perkawinan Anak Domba. Pada zaman tersebut, anggur akan berkelimpahan, sepereti
apa yang dinubuatkan dalam Yer. 31:12; Hosea 14:7; Amos 9:13-14), tetapi saat
itu belum tiba.
b. Dalam peristiwa yang akan terjadi mereka akan
melirik kemuliaan Tuhan Yesus, suatu kemuliaan yang akan dinyatakan dalam
penyaliban, sehingga dikatakan dalam ay. 11 bahwa “…Ia telah menyatakan
kemuliaan-Nya, dan murid-murid-Nya percaya kepada-Nya”. Akan tetapi, Tuhan
Yesus harus menyatakan kemuliaan-Nya atas perintah Allah Bapa, bukan pada
permohonan ibu-Nya. Ibu-Nya minta Dia melangkah, tetapi Dia menolak, lalu
melakukan apa yang diminta.
Namun, apapun alasannya, bahwa pada permulaan
pelayanan di Kana, Tuhan Yesus memandang pada penyelesaiannya.
5. Ditegur tetapi tetap berharap.
Yesus menegur ibu-Nya atas permintaannya. Namun teguran itu diterima oleh ibu
Yesus dengan lemah lembut. Suatu penunjukan sikap yang benar-benar tabah. Tidak
semua orang mampu menerima teguran atau penolakan. Umumnya, apalagi dalam
posisi sebagai ibu, mempunyai alasan dalam hubungan ibu-Anak untuk meminta
sesuatu toh. Banyak orang akan marah, bila permintaannya ditolak, itu adalah
suatu penghinaan dan membuat yang meminta malu kepada orang banyak. Namun ada
perbedaan yang mencolok antara ay. 3 dengan ay. 5 pada nas ini. Dengan kata
lain, dalam ay. 3 ibu Yesus datang sebagai ibunya dan dia ditegur, sedangkan
dalam ay. 5 dia datang sebagai orang percaya, dan permohonannya diterima.
Yesus sangat menghargai ketabahan dalam doa. Jika
seandainya iman dari ibu Yesus kurang kuat, mungkin dia akan berpikir, “ya,
sudahlah”. Akan tetapi karena imannya kuat, dia tetap sabar dalam permohonan,
dan dia meninggalkan masalah ini dalam tangan Tuhan Yesus. Ketabahan ibu Yesus
mengajak kita untuk tidak jemu-jemu tetap berharap kepada Tuhan, mengarahkan
pandangan hanya kepada Tuhan saja, karena di dalam Dia tidak ada kekecewaan.
Maka, tidaklah baik sikap yang cepat menyerah, berputus asa karena itu bukti
iman yang tidak kuat, iman yang kerdil. Permohonan akan tetap dinyatakan orang
percaya kepada Tuhan, karena hanya Dia satu-satunya tempat kita berharap.
Ketidaktabahan adalah penyakit manusia modern masa
kini. Zaman yang menuntun orang kepada sesuatu yang cepat terasa, instant dan
praktis menjadi kesukaan orang di zaman ini. Perkembangan tekhnologi
mempengaruhi karakter diri banyak orang. Bila sepertinya Tuhan tidak menjawab
doa-doanya, kecenderungannya adalah orang akan mencari tuhan-tuhan lain,
sebagai alternatif dan solusi bagi persoalan kehidupannya. Ya, opportunis,
kecenderungan untuk ikut kemana angin berhembus, kepada kekuasaan dan
kesempatan, yang penting keinginannya terwujud.
6. Kehadiran Yesus mengubah sesuatu
yang mestinya menimbulkan rasa malu menjadi pujian dan penghormatan.
Kehadiran Yesus di tengah-tengah pesta perkawinan di Kana menjadi jaminan
sukacita bagi tuan rumah dan banyak orang yang hadir di sana. Yesus dengan rela
hati mau membantu orang ketika menghadapi kesulitan dan masalah. Tidak sedikit
pun dari maksud Tuhan Yesus hendak mempertontokan tanda itu dengan tujuan untuk
ketenaran diri-Nya, namun semata-mata keikutsertaan-Nya kepada pergumulan
kehidupan manusia dan memberi jalan, bahkan bertindak sebagai penyelamat,
mengubah yang semestinya menimbulkan rasa malu menjadi pujian dan penghormatan.
Kita dapat bayangkan bagaimana bahagianya tuan rumah yang mengadakan pesta,
karena dia tidak mendapatkan cemooh sedikit pun.
Oleh karena itu saudara, jangan ragu untuk tetap
mengarahkan hidup dan kehidupan kita hanya kepada Tuhan saja. Apakah saudara
merasa tidak didengar? Teladanilah sikap Maria, yang tetap berharap dalam iman.
Keraguan membawa kita kepada ketidaktenangan hidup, namun menyandarkan diri
hanya kepada Tuhan akan menjadikan kita hidup dalam sukacita, ada damai
sejahtera (lih. Yakobus 1: 8 ”Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang
dalam hidupnya”).
Apakah Yesus hadir di pestamu? Kehadiran Yesus yang
mengubahkan menjadi dambaan kita semua, tetapi apakah Dia sudah berkenan hadir
dan bertindak sesuatu di dalam hidup kita? Dan baiklah kita menginstrospeksi
diri, apakah kita sudah mengundangnya, jangan-jangan kita lupa mengundangnya
karena kita lebih sibuk dengan persiapan-persiapan lain-lain.
7. Yesus hadir mengangkat
kesederhanaan, kekurangan dan ketidaksempurnaan.
Tanpa kita ketahui apakah yang punya hajatan/pesta itu dari keluarga berada
atau hanya keluarga yang pas-pasan, namun yang jelas terjadi adalah di tengah
pesta besar itu terjadi kekurangan (ay. 3). Kekurangan itu sendiri bisa terjadi
akibat banyaknya yang datang di luar undangan, meski tidak mendapat undangan.
Kesederhanaan kita tidaklah menjadi penghambat untuk bersukacita. Di dalam
keterbatasan kita, Tuhan datang untuk menghadirkan sukacita. Yesus tidak
menginginkan orang hina tetap diperhina, orang miskin tetap dipermiskin dan
diperdaya, melainkan mengubah semuanya itu dengan cara-Nya sendiri.
8. Kehadiran Yesus sekaligus
menghadirkan sukacita bagi semua yang hadir.
Kehadiran Yesus dalam kehidupan pribadi maupun keluarga selalu dalam rangka
mengubah suasana kehidupan, meskipun kadang-kadang hal itu tidak terasa bagi
semua orang. Anggur yang terbaik itu menggambarkan yang terbaik juga dalam
kehidupan kita. Apapun yang baik yang kita miliki, baik harta dan kekayaan,
kedudukan, bersama Yesus adalah yang terbaik dalam hidup kita. Sebagaimana juga
Firman Tuhan berkata, “…sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa”
(Yohanes 15:5). Maka jangan ragu lagi, undanglah Yesus dalam kehidupanmu, dan
biarkan Dia melakukan apapun sesuai dengan cara-Nya, satu yang pasti bersama
Yesus ada sukacita. Tuhan Yesus memberkati!. Amin
Komentar
Posting Komentar