Ibadah kepada Allah yang Benar
Keluaran 20:1-17
“Sebab sungguhpun ada apa yang disebut
“allah” baik di surga maupun di bumi dan memang benar ada banyak “allah” dan
ada banyak “tuhan” yang demikian, namun bagi kita hanya ada satu Allah saja
yaitu Bapa, yang daripadaNya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita
hidup, dan satu Tuhan saja yaitu Yesus Kristus, yang olehNya segala sesuatu
telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup” (1 Korintus 8:5-6).
Tuhan memberikan 10 Hukum Taurat, karena Tuhan
mengasihi umat-Nya dan menuntut supaya umat-Nya mengerti, serta tidak melakukan
apa yang dilarang Tuhan berdasarkan apa yang dipaparkan dalam Keluaran 20:1-17.
Pembagian Sepuluh Hukum Allah
Dekalog yang terdiri dari sepuluh firman tersebut
adalah butir-butir hukum Tuhan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lain. Seluruhnya merupakan satu kesatuan yang saling terkait. Pelanggaran
terhadap salah satu butir hukum tersebut berarti melanggar keseluruhan dari
hukum tersebut (Yak. 2:10). Dalam menerima butir-butir dekalog hendaknya kita
tidak tergoda untuk mengubah susunannya atau menyatukan butir-butirnya. Namun
jika ditinjau dari obyeknya, dekalog dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
(1) Bagian pertama terdiri dari hukum kesatu sampai keempat. Bagian ini merupakan hukum-hukum yang mengatur hubungan umat dengan Allah.
(1) Bagian pertama terdiri dari hukum kesatu sampai keempat. Bagian ini merupakan hukum-hukum yang mengatur hubungan umat dengan Allah.
(2) Bagian
kedua terdiri dari hukum kelima sampai kesepuluh. Bagian ini merupakan
hukum-hukum yang mengatur hubungan antar sesama.
Untuk itu, di bawah ini akan menjelaskan dengan
memberikan empat kebenaran penting mengenai
pentingnya Hukum Taurat bagi kita selaku orang percaya.
1.
“Dimurnikan” (Keluaran 20:2-4)
- Tidak
menyembah berhala
- Untuk hanya menyembah Allah
- Untuk hanya menyembah Allah
- Keluaran 20:1: Dasa Titah ini diberikan secara langsung dari Tuhan kepada bangsa Israel melalui suara yang dapat didengar dan dahsyat sehingga mereka meresponinya dengan penuh ketakutan. Karena sebelum Dasa Titah diberikan, juga sesudah Dasa Titah dikeluarkan, Tuhan selalu berfirman melalui nabi-nabi. Dasa Titah merupakan suatu pedoman bagi perjalanan kehidupan umat Tuhan dan kompas kehidupan orang percaya.
·
Sepuluh Hukum dibuka dengan kalimat yang pendek
saja, tetapi itu menjadi dasar dari perjanjian diteguhkan. “Akulah Tuhan
Allahmu yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir dan dari tempat
perbudakan.” Dengan melakukan covenant ini mereka tidak hanya tahu, kenal dan
alami tanpa Allah yang mereka tahu, kenal dan alami itu memberikan batasan
definisi yang penting akan siapa Dia. Akulah Allah yang telah melakukan segala
karya ini. Allah inilah yang harus engkau sembah dan taati sepenuhnya. Maka
setelah menyebutkan hal itu, Tuhan menyatakan satu batasan definisi yang Tuhan
beri kepada umatNya. “Jangan ada allah lain di hadapanKu…” Tentu Allah Yahweh
itu harus dikontraskan dengan berhala dan illah-illah yang ada pada waktu itu
untuk tidak boleh menjadi kompetisi dan tidak boleh disejajarkan setara dengan
Allah. Waktu itu begitu banyak illah-illah yang disembah bangsa-bangsa. Ada
Dagon, illah orang Filistin; ada Molokh, illah orang Kanaan, ada Baal dan
Asyera, dsb. Belum lagi selama 400 tahun mereka berada di Mesir, ada berapa
banyak illah Mesir yang sedikit banyak telah mengkontaminasi pola pikir dari
bangsa Israel.
- Keluaran 20:2: Allah yang telah membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir menghendaki agar kita yang telah dipilih/orang-orang percaya berkewajiban untuk belajar mentaati perintah Allah dan mengetahui secara nyata bahwa YHWH adalah Tuhan dan Allah yang telah menguduskan dan menyelamatkan kita oleh darah Yesus. Dalam badai pergumulan, seringkali ada ombak yang sering membuat kita takut, tetapi kalau kita melakukan firman Tuhan dan hidup di dalam kebenaran-Nya kita akan merasakan kedamaian dan kebahagiaan yang sesungguhnya.
- Keluaran 20:3: Titah Pertama, yang menekankan tidak boleh percaya kepada allah lain melainkan kepada satu Allah saja. Titah ini melarang penyembahan kepadaberbagai dewa. Allah tidak mau menerima hati yang mendua. Kita harus menginvestasikan seluruh hidup kita kepada-Nya. Hidup ini penuh dengan ketidakpastian tetapi Allah yang kita sembah adalah Allah yang pasti. Ia harus menjadi prioritas utama dalam kehidupan kita. Bila kita mementingkan kebutuhan diri sendiri, menempatkan keluarga sebagai yang utama, sibuk dalam pekerjaan, studi, hobi, dll sehingga kita dikendalikan oleh sifat keduniawian dan menomorsatukan hal lain selain Allah adalah bertentangan dengan titah yang diberikan Allah.
Jangan mengutamakan apapun dan
siapapun lebih daripada Tuhan melainkan kita harus lebih lagi mengasihi Allah
dengan segenap hati sambil selalu bergantung kepada-Nya, dan kita akan
memperoleh lebih dari yang kita harapkan dari Tuhan.
Kedua, mengapa Allah dengan tegas
di awal mengatakan “jangan ada allah lain padamu,” karena betapa gampang dan
betapa mudahnya orang yang mengaku percaya Tuhan bisa memiliki berhala
alternatif yang kepadanya kita bersandar. John Calvin mengatakan “Our heart is
the perpetual factory of idols.” Bukan soal ada patung di rumahmu baru engkau
disebut sebagai penyembah berhala. Tetapi ini adalah soal hati. Hati manusia
yang berdosa seperti pabrik berhala yang terus ada di dalam hidupnya. Kalimat
ini biar menjadikan kita mawas diri.
Maka 10 Hukum ini memperlihatkan
Tuhan sendiri tahu orang yang datang menyembahNya selalu tergoda untuk mencari
berhala-berhala yang lain yang cocok buat dia, yang convenient bagi dia. Sampai
kepada era Tuhan Yesus bagaimana memahami hukum yang diberikan Tuhan dengan
Musa, semua hukum itu hanya bisa disimpulkan dengan dua kalimat ini, “Kasihilah
Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
kekuatanmu. Dan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.” Keluaran 20:2
menyatakan berhala itu dalam bentuk yang berwujud patung, ukiran, dsb. Mungkin
kita tidak mempunyai benda-benda seperti itu dalam rumah kita, tetapi apakah
panggilan Tuhan untuk mengasihiNya dengan segenap hati, dengan segenap jiwa,
dengan segenap akal budi dan dengan segenap kekuatan kita itu sungguh ada di
dalam hati kita kepada Tuhan? Martin Luther memberikan batasan apa itu berhala,
yaitu kepada siapa hati kita bersandar lebih daripada segala-galanya, itulah
berhala kita. Sama seperti Thomas Watson, seorang tokoh Puritan abad 17 berkata
kepada siapa engkau trust sepenuhnya lebih daripada engkau trust kepada Tuhan,
itulah berhalamu.
Idolatry adalah satu tindakan
penyembahan yang dilakukan manusia di dalam lubuk hati sedalam-dalamnya,
meskipun ingin mengenal Tuhan, ingin percaya kepadaNya, tetapi berhala
membutakan hati manusia.
Titah kedua yang menyatakan agar kita tidak menyembah Tuhan secara
sembarangan berisi 2 larangan:
- Larangan membuat patung untuk disembah. Tuhan tidak melarang membuat patung (contoh: Bilangan 21:8). Larangan ini berlaku bagi hal membuat patung yang tujuannya untuk disembah. Keluaran 32:2-4: Yang pertama kali melanggar titah kedua ini ternyata Harun, kakak dan juru bicara Musa sendiri, yang ditetapkan sebagai imam. Kita yang sudah percaya pun bisa jatuh ke dalam dosa ini dan akibatnya adalah murka Tuhan yang luar biasa artinya Tuhan tidak kompromi akan dosa. Patung untuk disembah dibuat berdasarkan pengertian dan imajinasi pembuat mengenai Allah sedangkan tidak ada orang yang pernah melihat rupa-Nya. Jadi bila seseorang menggambarkan Tuhan berdasarkan pengertian dan imajinasinya, itu pasti penggambaran tentang Tuhan yang salah. Yohanes 4:24: karena Allah adalah Roh maka tidak bisa digambarkan dengan benda seperti patung yang berwujud. Dari esensi ini kita bisa mengerti bahwa meski kita tidak membuat patung pun, bisa saja kita melanggar titah kedua ini. Segala sesuatu bentuk penyembahan yang berdasar pada imaginasi kita itu adalah pelanggaran akan titah kedua. Contoh: doa orang yang meminta Tuhan menampakkan diri bila benar-benar ada, atau doa janji serius melayani kalau Tuhan menyatakan diri, dsb. Sebaiknya kita berdoa supaya Tuhan menolong mata rohani kita agar bisa melihat Tuhan.
- Larangan menyembah dan beribadah kepada patung. Kita harus beribadah, yaitu menyembah dan melayani Tuhan. Tapi aspek kedua ini mengajak kita untuk lebih jauh lagi, yaitu untuk menyembah dan melayani Tuhan dengan tidak sembarangan. Dengan adanya patung dapat membantu kita untuk mengimajinasikan Tuhan sehingga lebih mudah menyembah tetapi Tuhan ingin kita menyembah-Nya sesuai dengan cara yang Tuhan inginkan. Allah kita adalah Allah yang cemburu (Keluaran 20:5). Ada 2 jenis cemburu, yaitu cemburu tanpa alasan tepat, dan cemburu dengan alasan tepat. Cemburu yang dimiliki Allah adalah cemburu dengan alasan tepat, cemburu kudus, benar, yang hanya dimiliki Allah. Patung sebagus apapun tidak mungkin menggambarkan Allah dan jauh lebih rendah dari keberadaan Allah sesungguhnya. Kalau kita menyembah patung, kita merendahkan Allah. Itulah sebabnya Allah cemburu. Keluaran 20:5: murka Tuhan sedemikian besar atas pelanggaran ini dan Tuhan bahkan mengatakan bahwa orang yang menyembah patung adalah orang yang membenci Dia. Jangan menyembah dan melayani Tuhan sesuka hati, tetapi kita harus terus mengoreksi diri akan pengertian yang kurang sempurna mengenai Tuhan atau pelayanan yang tidak sesuai dengan keinginan Tuhan.
Pemahaman dan penyembahan yang salah terhadap Allah
akan diteruskan dari generasi ke generasi sehingga bisa dimengerti tentang
bagian mengenai murka Tuhan sampai ke keturunan keempat. Tetapi di sisi lain
dinyatakan tentang kemurahan Allah yang menunjukkan kasih setia-Nya kepada
beribu-ribu orang yang mengasihi-Nya dan berpegang pada perintah Tuhan.
Kemurahan Allah jauh lebih besar, tinggi dan dalam dibanding kecemburuan Allah.
Itulah sebabnya kita bisa diampuni Allah. Mari kita memelihara titah kedua
dengan cara mengasihi Tuhan dan berpegang pada perintah-Nya bukan karena Allah
cemburu dan akan murka, tapi karena Allah adalah Allah yang menunjukkan kasih setia-Nya
kepada kita. Sudahkah kita menyembah dan melayani Tuhan baik secara pribadi
maupun bersama-sama di gereja?
Titah ketiga ini melarang untuk menyebut nama “TUHAN”, Allah kita, dengan sembarangan.
Nama “TUHAN” adalah penggambaran dari sifat Allah, nama Tuhan harus dikuduskan,
dimuliakan dan dijunjung tinggi sebagai yang teramat kudus dan suci.
Penerapan
titah ketiga ini:
- Dalam ungkapan sehari-hari. Tidak boleh mengucapkan nama Tuhan secara basa-basi atau sembrono karena itu artinya mendukung kepalsuan kita/membohongi diri kita sendiri. Para ahli alkitab sekarang menyebut nama Tuhan ini dengan nama Yahweh (Ibrani: YHWH). Ketika kita menyebut nama Tuhan secara teologis seperti “puji Tuhan”, “Tuhan memberkati”, kita harus mengucapkannya dengan sungguh-sungguh sebagai ungkapan kerinduan hati kita.
- Sumpah/janji. Dalam Matius 5:34, Ulangan 6:13, Ibrani 6:16, jelas ditekankan bahwwa kita tidak boleh bersumpah dusta. Alkitab tegas melarang sumpah dusta yang merupakan suatu dosa. Penilaian secara positif terhadap sumpah/janji yaitu kita boleh bersumpah jika kita sungguh menyatakannya sesuai dengan kebenaran firman Tuhan.
- Dalam ibadah. ketika kita menyanyi atau berdoa dan menyebut nama Tuhan tidak dengan ketulusan hati sehingga ini merupakan peluang pelanggaran titah ketiga tanpa kita sadari. Di sisi lain, ketika kita memuji Tuhan dan berseru kepada-Nya dalam doa dan ucapan syukur, kita harus benar-benar memahami dan berpegang pada konsep bahwa Tuhan Yesus yang terutama dan di atas segala-galanya dalam hidup kita.
Keluaran
20:7: Tuhan tidak berkenan kepada orang yang menyebut nama-Nya dengan
sembarangan. Pelanggaran akan titah ketiga ini akan mendatangkan hukuman yang
tertentu. Apakah kita sudah serius melakukan aspek positif dari titah ketiga
ini? Mari kita mengaku dosa dan meminta ampun bila kita telah melanggar titah
ini dan menggunakan nama Tuhan dengan sikap hormat sehingga kita dapat membawa
hormat dan kemuliaan bagi nama-Nya.
Kita
perlu mengatur kehidupan kita dan meluangkan waktu untuk melakukan hal-hal yang
penting dalam hidup kita. Ada 4 hal mengenai hari Sabat yang ditegaskan dalam
Ulangan 5:12-15 dan Keluaran 20:8–11:
·
Ingat dan
kuduskan hari Sabat (Ul 5:12, Kel 20:8). Selain mengingat hari Sabat, kita
juga diperintahkan untuk menguduskan hari Sabat dengan memisahkan, membedakan,
mengkhususkan hari Sabat untuk Tuhan. Hari Sabat bagi bangsa Israel adalah
Jumat malam sampai Sabtu malam, namun bagi orang Kristen, hari Sabat adalah
hari pertama, yaitu hari Minggu. Mengapa berbeda? Orang Kristen merayakan hari Sabat
pada hari Minggu karena mengikuti perubahan yang dilakukan oleh Tuhan. Walaupun
tidak ada ayat Firman Tuhan yang mengatakan hal itu secara eksplisit, namun ada
banyak ayat-ayat yang mencatat peristiwa-peristiwa yang membuat kita mengambil
kesimpulan tersebut, seperti kebangkitan, penampakan Tuhan Yesus setelah
kebangkitan, dan hari Pentakosta pada hari Minggu. Tuhan Yesus memberikan
Paskah yang baru dengan makna yang baru dengan membedakan dan mengkhususkan
hari Minggu dengan hari-hari yang lain. Peristiwa-peristiwa yang sangat penting
dalam kekristenan dan berakar dari bangsa Yahudi diberi makna baru dan
terjadinya juga di hari yang baru, sehingga kita dapat mengambil kesimpulan
hari Sabat orang Kristen telah mengalami perubahan oleh Tuhan. Kita harus meluangkan
waktu hari Minggu untuk hari Sabat.
·
a. Bekerja dengan segenap
hati (Ul 5:13, Kel 20:9). Orang Kristen harus mau bekerja dengan segenap hati
seperti untuk Tuhan dan mengerjakan segala bagian pekerjaannya (Kolose 3:23,
Efesus 4:25: standar bekerja orang Kristen). Menurut Max Weber, etika kerja
orang Kristen telah membuat negara Eropa yang dipengaruhi etika kekristenan
lebih maju dibandingkan dengan negara Eropa yang dipengaruhi pengajaran
komunis. Malas bekerja merupakan pelanggaran titah ke-4.
·
b. Maksimal bekerja 6 hari
seminggu (Ul 5:13, Kel 20:9). Apabila kita melanggar maka ada kerugian yang
lebih besar dibandingkan dengan keuntungan. Contohnya generasi yang lahir
setelah perang dunia ke-2 di Jepang bekerja keras membangun Jepang, namun ada
juga akibat negatif seperti banyak orang yang stres dan bunuh diri, banyak
keluarga berantakan, rendahnya tingkat kebahagiaan. Hal ini terjadi karena
mereka melanggar batasan yang Tuhan buat. Mari kita bekerja keras, namun ada
batasannya yaitu hari Minggu.
·
Pedoman mengisi hari Sabat (Ul 5:14, Kel 20:10).
Tujuan utama kita berhenti dari rutinitas dan beristirahat di hari Minggu
supaya hari itu dikhususkan untuk Tuhan. Hari Minggu merupakan hari untuk kita
menyembah dan melayani Tuhan bersama-sama orang percaya di gereja. Karena
seluruh hidup kita adalah milik Tuhan, seharusnya setiap hari kita beribadah
dan melayani Tuhan. Tetapi Tuhan menurunkan standar tuntutan-Nya itu dan
mengijinkan kita untuk bersama-sama beribadah dan melayani di gereja hanya di
hari Minggu.
·
Alasan dan dasar mengingat hari Sabat (Ul 5:15,
Kel 20:11): penciptaan, penyelamatan dan berkat Tuhan. Perintah untuk mengingat
hari Sabat adalah untuk kebaikan kita sehingga kita menyadari bahwa segala
berkat berasal dari Tuhan dan bersyukur. Kita mengingat Tuhan sebagai Pencipta
kita yang telah menyelamatkan kita dari perbudakan dosa supaya kita menjadi
anak-anak-Nya. Mari kita mempergunakan hari Minggu untuk mensyukuri berkat
Tuhan.
2.
“Menghormati” (Keluaran 20:12)
- Agar mengalami umur yang panjang
- Terhindar dari kejatuhan
- Agar mengalami umur yang panjang
- Terhindar dari kejatuhan
I. Bagian Perintah: ‘Hormatilah
ayahmu dan ibumu’. Menghormati adalah sikap dan tindakan dari seorang
anak terhadap orangtua. Ada beberapa aspek dalam menghormati, yaitu:
① Dalam bahasa Ibrani, hormat
berarti menjadi berat, membuat berat. Menjadi berat berarti menjadi lambat,
tidak cepat-cepat, tidak sembrono, tidak sembarangan melainkan sopan tehadap
ayah dan ibu. Dalam penerapan kita tidak sembarangan berbicara melainkan
memikirkan dulu apa yang pantas disampaikan oleh anak kepada orangtua.
Sebaiknya kita memilih, merenungkan kata-kata yang pantas. Jangan memandang
rendah orang tua terutama saat kita memiliki tingkat pendidikan atau kekayaan
yang lebih baik dari mereka. Jangan mengutuk, mengharapkan hal-hal yang
buruk atau berbicara hal-hal yang jahat kepada orang tua. Semuanya itu adalah
pelanggaran berat terhadap titah 5 dan di masa PL hal itu bisa dihukum mati.
Marilah koreksi diri, sikap, perkataan dan tindakan terhadap orang tua.
Walaupun mereka kurang baik, jahat bahkan kejam, tetapi kita harus berjuang
untuk tetap sopan tanpa memandang kondisi mereka.
② Dalam bahasa Yunani,
membuat/menganggap berat berarti menghargai, memberi harga. Seorang anak harus
menganggap orang tuanya berharga, benilai, berbobot dan hal ini meliputi
keberadaan, pandangan, nasehat dan kebiasaan. Dalam penerapannya kita
menghargai setiap perbedaan kebiasaan dan pandangan, serta jangan menganggap
remeh pendapat orang tua yang berbeda dengan kita. Menganggap berharga juga
berarti memelihara orang tua, sebab mereka adalah media yang Tuhan pakai dan
atur untuk menghadirkan, mengasuh dan membesarkan kita di dunia. Sehingga saat
orang tua tidak dapat melakukan apa-apa lagi, maka kita harus memelihara
mereka. Jangan menghindari tanggung jawab untuk memelihara orang tua dengan
dalih kepentingan kita. Perbedaan budaya antara Jepang dan Indonesia tentang
hal merawat orangtua, haruslah disepakati sebelum menikah melalui konseling
pernikahan.
③ Menghormati berarti taat (Efesus
6:1-2). Ketaatan satu langkah lebih maju dari menghargai, yakni taat pada apa
yang kita hargai. Dengan kata lain kita harus mau melakukan apa yang diminta
atau diperintahkan. Ada beberapa batasan dalam aspek ketaatan, yaitu:
a.
Firman Tuhan (Kis. 5:29). Kita tidak harus melakukan
perintah orang tua yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Namun hal ini bukan
menjadi batasan dalam sikap sopan dan menghargai. Walaupun tidak melakukan
perintah tetapi harus menjaga sikap sopan dan menghargai mereka. Contohnya
orang tua yang belum percaya Yesus dan memberikan perintah yang tidak sesuai
Firman Tuhan harus tetap dihormati, dihargai dan dipelihara.
b.
Orang tua harus mengajar anak-anak untuk menghormati
mereka dengan contoh yang benar. Jadilah orang tua yang mudah dihormati dan
dihargai oleh anak-anak. Miliki kualitas yang tinggi dan baik sehingga
anak-anak bisa hormat dan taat pada orang tua. Berilah contoh yang baik untuk
setiap perintah yang diberikan dan kondisikan diri agar mudah dihormati oleh
anak-anak.
c.
Orang tua harus memperhatikan kondisi dan tahap
perkembangan anak. Ketaatan anak kepada perintah orangtua menyesuaikan dengan
pertumbuhan mereka. Bayi dan balita harus memiliki ketaatan mutlak pada
perintah orangtua. Namun ketika beranjak remaja dan dewasa maka ketaatan penuh
akan berkurang, kemudian diganti dengan kemampuan mengambil keputusan sendiri.
Jadi jangan sampai anak-anak mengalami ketergantungan pada orang tua.
II. Janji Tuhan: ‘supaya lanjut
umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu’. Dibalik perintah yang
sulit untuk dilakukan, ada janji Tuhan yang indah. Hormat pada orang tua akan
memperoleh umur panjang yang bahagia. Keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat. Anak anak yang bisa menghormati orang tua, akan memiliki
hubungan baik dengan sesama, termasuk menghormati atasan dan pimpinan dalam
masyarakat. Hubungan baik dengan sesama akan membawa kedamaian dengan
orang-orang disekeliling, tidak memiliki musuh sehingga dapat menikmati umur
panjang dengan bahagia.
Dasa titah ke-6 memuat larangan yang sangat pendek
yaitu “jangan membunuh” tetapi mempunyai cakupan yang luas. Larangan
membunuh ini bukan artinya tidak boleh membunuh semua makhluk hidup tetapi
hanya berlaku untuk manusia. Walaupun begitu harus diingat bahwa Tuhan
memerintahkan manusia untuk mengusahakan dan memelihara dunia ini artinya kita
perlu juga menjaga dan memelihara hewan dan tumbuhan di dalamnya (tidak
sembarangan membunuh) (Kejadian 2:15). Larangan ini juga tidak berlaku bagi
petugas yang ditunjuk oleh Tuhan untuk menegakkan keadilan dengan menghukum
orang-orang yang melanggar perintah Tuhan (Roma 13:4; Keluaran 21:12-17;
Ulangan 20:10-18).
Larangan tidak boleh membunuh
artinya kita tidak boleh membunuh sesama manusia tetapi juga diri sendiri. Cara
membunuh diri sendiri dapat dibagi 2, yaitu:
1. Secara
langsung. Alasan membunuh diri bermacam-macam seperti kekecewaan, kesedihan
atau sakit hati akibat hilang pekerjaan, keadaan ekonomi yang sulit, patah
hati, ataupun sakit yang tidak sembuh-sembuh. Orang Kristen pun tidak kebal
terhadap berbagai masalah seperti itu tetapi janganlah itu menjadi alasan untuk
membunuh diri. Bahkan alasan bunuh diri apapun tidaklah diperbolehkan menurut
dasa titah ke-6 ini. Kita perlu belajar dari Ayub mengenai ini. Ayub sangat
diberkati Tuhan dengan banyak harta kekayaan dan anak tetapi kehilangan
segalanya dalam satu hari saja. Bahkan istrinya tidak memihak kepadanya lagi
dengan menyuruh dia mengutuki Tuhan dan mati. Teman-temannya yang datang untuk
menghibur dia akhirnya malah menuduh dia telah berbuat dosa sehingga mengalami
semuanya itu. Walaupun mengalami kesedihan yang begitu mendalam dia tidak
menyerah dan bunuh diri.
2. Secara
perlahan-lahan. Ketika kita merusak tubuh kita dengan olahraga yang berlebihan
atau membahayakan (memanjat gunung berapi saat mau meletus, dsb), bekerja atau
belajar berlebihan sehingga sakit, ataupun makan makanan yang tidak sehat secara
berlebihan, itu semua adalah tindakan membunuh diri secara perlahan dan
merupakan bentuk pelanggaran titah ke-6 juga.
Mengenai membunuh sesama manusia
juga dapat dibagi dua yaitu:
1. Secara langsung, yang jelas adalah pelanggaran titah ke-6.
1. Secara langsung, yang jelas adalah pelanggaran titah ke-6.
2. Secara
perlahan-lahan. Ketika kita menyakiti hati orang lain dengan perkataan atau
perbuatan kita sehingga dia akhirnya sakit hati dan bunuh diri, artinya kita
telah membunuhnya secara perlahan-lahan. Ini juga adalah bentuk pelanggaran
titah ke-6.
Satu hal penting yang juga berkaitan
dengan titah ke-6 ini adalah hal aborsi. Manusia berusaha menentukan sejak
kapan janin di dalam kandungan disebut makhluk hidup dari segi ilmu kedokteran
dan hukum. Tetapi firman Tuhan jelas berkata bahwa janin itu adalah karya Tuhan
dan sangat dihargai oleh Tuhan (Hakim-hakim 13:7; Mazmur 139:13; Yesaya
44:2,24; Yesaya 49:1,5; Yeremia 1:5; Galatia 1:15). Memang ada keadaan khusus
seperti keadaan yang membahayakan jiwa ibu bila tidak dilakukan aborsi tetapi
ini sangat jarang sekali. Jelas bahwa tindakan aborsi adalah pelanggaran titah
ke-6, tindakan yang harus kita hindari.
Mari kita taat dan setia akan dasa
titah yang ada dalam firman Tuhan, belajar untuk menyerahkan setiap masalah
kepada Tuhan serta mencontoh kepada para tokoh Alkitab yang sudah memenangkan
ujian.
3.
“Terhindar kedagingan” (Keluaran 20:14)
- Tidak dikuasai hawa nafsu
- Tidak memikirkan perjinahan
- Tidak dikuasai hawa nafsu
- Tidak memikirkan perjinahan
Berzinah dalam arti harafiah berarti
berhubungan seksual dengan wanita yang sudah menikah. Kata cabul dalam alkitab
dipakai dengan arti berhubungan seksual dengan wanita yang belum menikah. Tapi
kata zinah ini dalam alkitab dipakai dengan arti yang lebih luas, yaitu
berhubungan seks dengan pria yang bukan suami atau wanita yang bukan istri.
Bahkan zinah juga dipakai untuk menggambarkan waktu bangsa Israel menyembah
selain Allah. Hukuman dari pelanggaran ini adalah hukuman mati terhadap baik
pria maupun wanita yang melakukan hubungan seks dengan istri atau suami orang
lain. Saat ini banyak istilah yang digunakan untuk ‘menghaluskan’ perzinahan,
tetapi semua adalah usaha iblis supaya dosa kelihatan bukan dosa malah indah,
sehingga kita tertarik. Ini juga taktik yang dipakai iblis terhadap Hawa. Mari
kita sadari bahwa langgaran berzinah adalah dosa dan hukumannya adalah hukuman
mati.
Titah ketujuh selain sebagai
larangan, sekaligus juga adalah perintah. Yaitu kalau kita mau berhubungan
seks, harus dengan suami atau istri kita sendiri. Dalam keluarga mungkin kita
sering merasakan pria atau wanita lain kelihatan lebih baik seperti pepatah
“rumput tetangga terlihat lebih hijau”. Tetapi kalau kita tanya ke tetangga
kita kemungkinan besar tetangga kita akan berpikir hal yang sama bahwa rumput
kitalah yang kelihatan lebih hijau. Dan seandainya benar-benar terbukti bahwa
rumput tetangga kita itu lebih hijau, walaupun tidak kita lihat tentunya itu
karena tetangga kita lebih berusaha merawat sehingga rumput mereka lebih baik.
Pelajaran yang bisa diambil bagi para suami yaitu perlu lebih menghargai,
mengasihi dan memelihara istrinya, dan bagi para istri yaitu suami akan
kelihatan lebih bijaksana dan perhatian bila istri-istri banyak memuji dan mau
berkorban untuk suami. Hal yang penting adalah jangan menuntut dulu, tapi
berusahalah terlebih dahulu.
Untuk yang belum menikah, titah
ketujuh ini adalah larangan total untuk berhubungan seks dengan siapa saja.
Yusuf adalah teladan yang baik. Dia yang dijual oleh saudara-saudaranya sendiri
sebagai budak tetapi kemudian berhasil di rumah Potifar, tidak menerima ajakan
istri Potifar untuk tidur bersama. Secara manusia, dengan dia menerima tawaran
ini dapat mengokohkan posisinya di rumah Potifar tetapi kita dapat lihat
integritas iman Yusuf yang menolak hal ini. Ketika kita menghadapi masalah,
kita harus menghadapi dan tidak boleh lari, tetapi ketika kita menghadapi
tawaran untuk berzinah, kita harus lari seperti Yusuf yang lari ketika dipaksa
istri Potifar. Orang yang merasa kuat dalam hal seks justru adalah orang-orang
yang jatuh dan malah terperangkap dalam kecanduan akan dosa seks ini.
Matius 5:27-28: Orang Israel hanya
memahami titah ketujuh sebagai perbuatan fisik saja tetapi Yesus menuntut titah
ketujuh ini diterapkan sampai dengan keinginan, pemikiran dan hati kita.
Beberapa cara menjaga diri dari dosa seks supaya kita tetap kudus dalam hal
seks ini yaitu
1.
Ayub 31:1,9: bagian ini menuliskan standar yang
ditetapkan Ayub yaitu dia membuat perjanjian dengan matanya supaya tidak
melihat wanita lain yang bukan istrinya sehingga dia tertarik untuk melakukan
hubungan seks dengan orang tersebut. Komitmen ini memang terutama bagi pria,
tetapi perlu juga kerjasama dari wanita agar tidak mengenakan pakaian yang bisa
menggoda kaum pria.
2.
Kita perlu menghindari situasi berdua di tempat
tertutup. Waktu istri Potifar menuduh Yusuf berusaha menodainya, tidak ada yang
membela Yusuf. Dan istri Potifar berani memaksa Yusuf sampai memegang bajunya
karena tidak ada orang lain yang melihat (Kejadian 39:11), sehingga tidak ada
saksi yang bisa membela Yusuf.
3.
Menyadari bahayanya pornografi. Perkembangan teknologi
(internet, dll) membuat pornografi makin berkembang dan banyak orang
terjerumus. Pornografi mengajarkan banyak hal yang salah mengenai seks
(merendahkan wanita menjadi hanya objek untuk memenuhi kepuasan pria;
mengajarkan seks sebagai sesuatu yang tidak berhubungan dengan Tuhan).
Seks sebenarnya ciptaan Allah yang
sangat baik dan mulia karena dalam Kejadian 2 setelah Allah memberkati manusia,
Allah memberi perintah untuk bertambah banyak. Dan Allah sudah menentukan
setelah laki-laki dan perempuan meninggalkan orang tuanya dan bersatu dalam
pernikahan barulah seks diizinkan. Marilah kita menjaga diri baik-baik agar
bisa menikmati ciptaan Tuhan ini sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh
Allah.
4. “Hidup
dalam kelimpahan” (Keluaran 20:15)
- Tidak mencuri dan bersumpa palsu
- Terhindar dari kutukan
- Terhindar dari kutukan
Mencuri adalah segala perbuatan
mengambil sesuatu yang bukan hak kita, bukan milik kita yang sah. Titah yang
ke-8 ini memiliki cakupan yang sangat luas, salah satunya yaitu pencurian harta
benda.
Ada beberapa point penting yang
terkandung dalam dasa titah ke-8 ini yaitu:
1) Jangan mencuri. Dalam dasa titah
ke-8 ini, Tuhan melarang kita untuk melakukan perbuatan mencuri. 2) Konsep
penatalayan Allah (Mazmur 89:12, Roma 11:36, Matius 25:14-30). Konsep dasarnya
yaitu “Segala sesuatu adalah milik Tuhan”, dan Allah mempercayakan beberapa
bagian kepada kita (Matius 25:14-30). Maksud Tuhan menitipkan beberapa bagian
kepada kita adalah supaya kita memelihara dan mengembangkan apa yang dititipkan
oleh Tuhan tersebut. Kita diajar supaya kita jangan iri terhadap apa yang
diberikan Allah terhadap orang lain. Kita diajarkan untuk mengetahui apa yang
Tuhan titipkan dan memelihara serta membangunnya untuk kemuliaan Tuhan. Tuhan
memberikan kebebasan kepada kita untuk mengelola semua titipan tersebut tetapi
ada tanggung jawab yang harus kita berikan kepada Tuhan. Dengan memiliki konsep
dasar ini, maka kita akan terhindar dari kemungkinan untuk melakukan dosa
mencuri.
Wujud kita melakukan dasa titah ke-8
dalam Efesus 4:28 yaitu :
1. Harus mau
menjadi orang yang bekerja keras dalam melakukan hal yang baik
2. Mengubah
konsep dasar hidup (lihat konsep penatalanan Allah), bagaimana kita bisa
memberi sesuatu kepada orang yang berkekurangan dan tidak mencari keuntungan
sendiri.
Ada beberapa kategori pencurian,
yaitu : 1) Pinjaman/piutang. Apa yang dipinjam tidak dikembalikan. 2) Waktu.
tidak menggunakan waktu dengan baik. Contoh dalam hal bekerja, bekerjalah
sesuai dengan standard waktu yang telah ditetapkan. Begitu juga dalam hal
beribadah, saat beribadah pergunakanlah seluruh waktu ibadah untuk Tuhan, dst.
3) Hak. Ada hak dan ada kewajiban dimana jika kita tidak melakukan kewajiban
kita, maka ada orang lain yang tidak mendapatkan haknya. Dengan kata lain,
tidak melakukan kewajiban = mencuri hak orang lain. 4) Selain itu ada juga
berbagai bentuk pencurian, seperti dalam persembahan (persembahan khusus dan
perpuluhan). Dalam hal ini gereja memiliki 2 pandangan berbeda mengenai
kewajiban melakukan persembahan ini, wajib dan tidak wajib. Pandangan pertama
(wajib) memiliki nilai positif dari pandangan ini yaitu membentuk disiplin
dalam diri kita. Pada pandangan kedua (tidak wajib) pun ada beberapa nilai
positifnya, yaitu adanya konsep persembahan harus disertai dengan rasa syukur.
Dengan kata lain jangan memberi
persembahan dengan terpaksa. Konsep segala sesuatu adalah 100% milik Allah,
dimana segala sesuatu pun harus 100% untuk kemuliaan Allah. Perpuluhan tidak
wajib 10% tetapi seharusnya bisa lebih dari 10%. Begitu juga dengan waktu,
bukan hanya di gereja saja memuji dan memuliakan nama Tuhan, tetapi setiap hari
kita harus memuji, memuliakan dan menyembah Tuhan. Seperti dalam Maleakhi
3:10-11, Tuhan memberikan kunci kebahagiaan untuk sisi ekonomi kita, jika kita
melakukan kewajiban kita dengan membawa seluruh persembahan perpuluhan untuk
Tuhan.
Jangan mengucapkan
saksi dusta adalah perintah ke-9. Kata ‘saksi’ berkaitan erat dengan
pengadilan, yakni untuk memproses yang salah dan yang benar. Saksi adalah
seseorang yang memberikan keterangan yang benar (Ulangan 19:15; 18-19).
Kesaksian menjadi penentu keputusan yang akan diambil pengadilan. Karena kesaksian
menjadi penentu kehidupan seseorang, maka orang yang memberikan kesaksian dusta
harus dihapus dari antara umat Allah. Dan jika kita menjadi saksi dalam
pengadilan maka, jadilah saksi yang benar.
Arti luas dari ‘jangan mengucapkan
saksi dusta’ adalah:
1. Perlindungan terhadap keadilan di pengadilan. Kondisi dunia sekarang lebih banyak memutar-balikkan keadilan. Pengadilan di Indonesia telah menjadi tempat yang paling tidak adil. Keadilan menjadi mainan dan dapat diperjualbelikan. Dan para pelakunya adalah para hakim dan jaksa yang juga merupakan orang-orang percaya. Komitment untuk mentaati titah ke-9 ini seharusnya dimiliki oleh semua orang Kristen.
1. Perlindungan terhadap keadilan di pengadilan. Kondisi dunia sekarang lebih banyak memutar-balikkan keadilan. Pengadilan di Indonesia telah menjadi tempat yang paling tidak adil. Keadilan menjadi mainan dan dapat diperjualbelikan. Dan para pelakunya adalah para hakim dan jaksa yang juga merupakan orang-orang percaya. Komitment untuk mentaati titah ke-9 ini seharusnya dimiliki oleh semua orang Kristen.
2. Dalam kehidupan
sehari hari, tidak berdusta atau berbohong. Orang percaya harus menghapus
keinginan berkata dusta dalam hati dan pikiran (Efesus 4:25). Kita harus
berkata-kata yang benar, yang dapat dipegang. Dunia harus mengenal orang
Kristen dalam keseharian sebagai orang yang tidak mau berdusta, yang berjuang
untuk tidak berkata bohong.
3. Ucapan dan
tindakan yang tidak merusak nama baik. Tindakan bergosip dan fitnah adalah
tindakan yang merugikan nama baik orang lain. Tindakan memanipulasi data dan
tidak memberitahukan informasi yang benar juga merusak nama baik. Seperti yang
terjadi saat perusahaan mobil Toyota harus merecall semua produksi mobil untuk
diperbaiki pedal remnya. Fakta bahwa 23% kasus terjadi karena pengendara tidak
menginjak pedal rem telah di manipulasi oleh petugas badan keamanan lalulintas
US. Hal ini menyebabkan perusahaan Toyota mengalami kerugian yang besar secara
materiil maupun nama baik. Oleh karena itu, jika kita dihadapkan pada dilema
harus membuka informasi yang benar, tetapi akan merugikan orang lain yang tidak
bersalah, maka sebaiknya kita meminta hikmat dari Tuhan terlebih dahulu.
Setiap kita
memiliki keinginan, dan hal memiliki keinginan itu sendiri tidak salah karena
Tuhan mencipta kita sebagai makhluk yang punya keinginan. Tapi bila keinginan
itu tidak terkontrol akibatnya kita sudah dikuasai olehnya dan akhirnya keinginan
itu membawa kita jatuh ke dalam pencobaan dan berdosa (Yakobus 1:14).
Keinginan yang dapat membawa kita
jatuh ke dalam dosa yaitu keinginan terhadap milik orang lain (harta benda,
talenta, dsb). Kalau kita terpikat keinginan ini akan membuat kita melakukan
banyak dosa seperti Raja Daud yang mengingini Batsyeba, isteri Uria, lalu jatuh
dalam dosa perzinahan, kemudian dia berusaha menipu Uria dan akhirnya jatuh
dalam dosa pembunuhan Uria (2 Samuel 11:1-27). Raja Ahab yang mengingini kebun
anggur milik Nabot sehingga membiarkan Izebel, isterinya mengatur fitnah
tentang Nabot sehingga Nabot mati dilempari batu (2 Raja-Raja 21:1-16).
Titah kesepuluh adalah pengaman bagi
kita, tetapi bila kita langgar maka tanpa disadari kita sudah melanggar
titah-titah yang lainnya. Titah-titah Tuhan ibaratnya jaket pelampung yang
adalah alat penyelamat di kapal. Bila di tengah laut, gerakan kita akan
terbatas dengan jaket ini dan kurang nyaman, tapi kita aman. Tanpa jaket
pelampung, sebelum sampai daratan maka kita akan habis tenaga berenang dan
akhirnya mati tenggelam.
Mengingini milik orang lain timbul
karena ketidakpuasan di dalam hati. Ketidakpuasan ini tidak dapat dipenuhi
dengan harta yang berlimpah (Lukas 12:15b). Tuhan menciptakan kita menurut
gambar dan rupa Allah sehingga ada sifat kekekalan yang ditaruh di dalam diri
kita (Pengkhotbah 3:11) sehingga kita merindukan sesuatu yang bernilai atau
bersifat kekal.
Cara menjaga diri agar tidak melanggar titah kesepuluh
ini:
1. Menemukan kepuasan sejati. Yohanes 5:11-13:
Manusia bisa mendapat kekekalan dan kepuasan sejati hanya di dalam Tuhan Yesus
yaitu dengan percaya kepada nama Yesus Kristus.
2. Menggunakan dan mengembangkan apa
yang kita miliki. Matius 25:24-30: Kita perlu belajar dari hamba yang baik yang
menggunakan dan mengembangkan talenta yang diberikan oleh tuannya. Di mata
Tuhan, bukanlah siapa yang memiliki talenta lebih banyak atau lebih baik, tapi
siapa yang sudah menggunakan dan mengembangkannyalah yang dinilai.
3. Mencukupkan diri dengan apa yang ada
(Ibrani 13:5). “Besar pasak daripada tiang” yang artinya “lebih besar
pengeluaran daripada penghasilan” bukanlah yang Tuhan inginkan. Tapi banyak
orang Kristen mengalami kondisi ini. Bahkan waktu pemasukan bertambah, ternyata
pengeluaran juga lebih bertambah lagi. Karena itu kita perlu menerapkan prinsip
di Ibrani 13:5 yaitu tidak menjadi hamba uang, cukupkan diri dengan apa yang
ada. Orang yang percaya Tuhan ada dan menyertai serta tidak membiarkan dan
meninggalkan dia, tidak perlu menjadi hamba uang. Justru sebaliknya menjadi
tuan uang yaitu dapat mengatur uang dengan baik, sehingga uang yang banyak juga
cukup, uang sedikit juga cukup. Cara ampuh untuk dapat mencukupkan diri yaitu
dengan memberikan persembahan secara rutin.
Dengan membiasakan diri memberi
persembahan secara teratur maka kita akan benar-benar sadar uang yang kita
miliki dan dapat mengaturnya dengan baik tentang apa yang perlu dan apa yang
tidak. Ini juga merupakan salah satu wujud janji Tuhan dalam Maleakhi 3:11
dimana Tuhan akan menghardik belalang pelahap, artinya Tuhan menjauhkan kita
dari pengeluaran/keinginan yang tidak perlu.
Kesimpulan:
Maksud Allah
Memberikan Sepuluh Hukum Allah. Hukum-hukum yang Allah berikan menciptakan
harmonisasi antara Allah dengan umat maupun antar umat itu sendiri.
Ketahuilah bahwa dalam Perjanjian Lama manusia
berusaha genapi Hukum Taurat dengan kekuatan sendiri. Sedangkan dalam
Perjanjian Baru Tuhan memberikan Roh Kudus untuk memampukan kita melakukannya.
Untuk itu, jadikanlah keempat perintah dan himbauan tersebut di atas sebagai
acuan kebenaran untuk dilakukan, bukan sekedar tahu.
Sepuluh Hukum
adalah hukum moral yang selalu dan tetap dan berlaku bagi hidup kita. Pada
waktu kita berdiri di hadapanNya, Ia yang sudah berjanji mengasihi kita
sepenuhnya, seperti induk rajawali kepada anak-anaknya, di tengah kemuliaan dan
kedahsyatanNya sebagai Allah yang agung dan mulia itu, kita membawa hati dan
hidup kita di hadapan gunungNya yang kudus. Ia bukan memberikan hukum yang memberatkan
kita, tetapi justru menjadi kelepasan dan kebebasan kita bisa bersyukur
menyatakan iman dan identitas kita sebagai umatNya. Hanya Dia semata-mata Tuhan
yang kita sembah, karena kita adalah perkumpulan orang-orang yang sudah Tuhan
tebus, yang sekarang ini boleh berdiri di hadapanNya dan menjadikan Tuhan
satu-satunya yang kita percaya dan sembah dan tidak ada allah lain bagi kita di
hadapanNya. Tuhan Yesus Memberkati!. Amin
Komentar
Posting Komentar