Hati
Yang Melekat Kepada Allah
Matius
6:19-24
Allah menginginkan agar kita sebagai umat-Nya
mempunyai hati yang melekat kepada-Nya. Dan bertindak sesuai dengan
kehendak-Nya itu dan dengan demikian kita dapat menyenangkan hati-Nya. Namun,
harus diakui bahwa hari-hari hidup kita kebanyakan tidak menyenangkan hati-Nya.
Mengapa? Sebab hati kita tidak melekat kepada-Nya. Hati kita sementara melekat
kepada hal yang lain. Apakah hal itu? Pengalaman membuktikan bahwa biasanya
hati manusia melekat kepada 3 hal:
1.
Kadang hati kita melekat kepada
harta.
Ada begitu banyak orang yang
hatinya tidak melekat kepada Allah melainkan kepada harta. Jika hati sampai
melekat kepada harta maka semua orientasi hidup hanya tertuju pada suatu hal
yaitu harta. Waktu kerja, waktu makan,
waktu tidur, yang dipikirkan adalah harta. Semua awaktu dalam hidup ini
hanyalah untuk harta sehingga orang mulai lupa berbakti kepada Tuhan dan lupa
bersekutu dengan sesamanya. Jika harta tidak ada atau kehilangan harta maka ada
dua hal yang mungkin terjadi:
Pertama, akan terjadi stres atau
frustasi yang sangat dalam bahkan tidak mustahil dapat sampai pada tindakan
bunuh diri.
Kedua, akan menempuh jalan yang
keliru untuk menghasilkan harta seperti korupsi, mencuri, merampok, menipu dan
lain sebagainya. Orang semacam ini tidak akan pernah puas dalam hidupnya.
Jika hartanya sedikit, ia ingin yang banyak. Jika sudah banyak, ingin
yang lebih banyak lagi, demikian seterusnya dan seterusnya. Mengapa? Karena
pada hartalah hatinya diletakkan. Isteri Lot gagal diselamatkan dan menjadi
tiang garam kerena apa? Bukan karena matanya yang menoleh dan memandang
hartanya, tetapi karena mata hatinya telah melekat kepada hartanya yang
tertinggal di Sodom dan Gomora. Tubuhnya telah keluar dari Sodom dan Gomora,
namun hatinya tetap tinggal disana bersama harta dan bendanya. Ia telah keluar
dari Sodom dan Gomora namun Sodom dan Gomora tidak keluar dari dirinya.
2.
Kadang hati kita melekat kepada
orang yang kita kasihi
Tak dapat dipungkiri bahwa di dalam hidup ini ada
orang-orang tertentu yang begitu kita kasihi lebih dari segala sesuatu bahkan
lebih daripada Tuhan sehingga tanpa kita sadari ternyata hati kita telah melekat
kepada mereka. Mungkin mereka adalah orang tua kita, pacar,anak, teman atau
siapa saja. Hati kita begitu melekat kepada mereka sehingga memilih untuk
menyenangkan hati mereka dari pada menyenangkan hati Tuhan. Kita lebih memilih
untuk memenuhi keinginan mereka daripada taat kepada kehendak Tuhan.
Abraham, memeberikan teladan yang
baik bagi kita. Walaupun Ia begitu mengasihi anaknya Ishak, namun hatinya tetap
melekat kepada Allah. Hatinya dan hati Allah tidak dapat dipisahkan. Karena itu
ketika Allah meminta mengorbankan Ishak bagi-Nya, ia tidak ragu-ragu untuk
menyerahkannya. Ia memang mengasihi Ishak, namun ia tidak mau kehadiran Iskah
memisahkan hatinya dari Tuhan.
3.
Kadang hati kita melekat kepada
kebiasaan-kebiasaan tertentu.
Selain pada harta dan pada
orang-orang tertentu, hati kita juga dapat melekat kepada kebiasaan-kebiasaan
tertentu. Kita begitu mencintai kebiasaan-kebiasaan itu sehingga tanpa kita
sadari kebiasaan itu memisahkan hati kita dari hati Tuhan. Kebiasaan semacam
itu terbagi ke dalam dua ketegori:
Pertama, kebiasaan yang “berbau”
dosa. Kita lebih mencintai dan mengasihi dosa kita sehingga kita enggan
melepaskannya. Hati kita telah melekat kepada dosa itu. Kedua, kebiasaan yang
netral. Maksudnya adalah kebiasaan yang berhubungan dengan hobi atau kegemaran
kita seperti nonton TV, sepak bola, dan hal lain yang sejenis. Memang ini bukan
dosa, tetapi jika hati kita telah melekat kepadanya maka kebiasaan ini dapat
membawa kita kepada dosa kita. Kita telah menjadikkan kebiasaan itu menjadi berhala
bagi kita.
Berhala zaman modern ini bukanlah
sesuatu yang kita taruh pada meja persembahan dan sujud menyembah kepada-Nya,
melainkan apa yang kita ingini secara berlebihan sehingga memisahkan hati kita
dari Tuhan. Menonton Tv bukanlah dosa tapi jika kebiasaan itu memisahkan kita
dari Tuhan maka menonton Tv menjadi berhala bagi kita. Demikian juga dengan
hobi-hobi yang lain.
Tuhan Yesus mengajarkan ketika
khotbah di Bukit, dalam Mat 6:1-18 menangani hidup pribadi kita, maka Mat
6:19-34 menangani hidup kita dalam hubungannya dengan orang banyak (mencari
uang). Kalau Mat 6:1-18 mengurus hal-hal yang besifat ‘agama/rohani’(sedekah,
doa, puasa), maka Mat 6:19-34 mengurus hal-hal yang bersifat ‘duniawi’ (cari
uang). Catatan: sebetulnya dihadapan Allah segala tindakan kita (termasuk cari
uang) adalah yang bersifat rohani!
Ayat 19-24
Ay 19: “Janganlah kamu
mengumpulkan harta di bumu”.
Ini tidak
berarti bahwa:
1). Kita tidak boleh bekerja
mencari uang.
Kitab Suci bahkan mengharuskan
kita bekerja.
Amsal 6:6-11 – “Hai pemalas,
pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: biarpun tidak
ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim
panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen. Hai pemalas, berapa lama
lagi engkau berbaring? Bilakah engaku akan bangun dari tidurmu? ‘tidur sebentar
lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk
berbaring’-maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan
kekurangan seperti orang yang bersenjata”.
2 Tes 3:6-11 – “Tetapi kami
berpesan kepadamu, saudara-saudara, dalam nama Tuhan Yesus Kristus, supaya kamu
menjauhkan diri dari setiap saudara yang tidak melakukan pekerjaannya dan yang
tidak menurut ajaran yang telah kamu terima dari kami. Sebab kamu sendiri tahu,
bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di
antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha
dan berjerih payah siang malam supaya jangan menjadi beban bagi siapapun
diantara kamu. Bukan karena kami tidak berhak untuk itu, melainkan karena kami
mau menjadikkan diri kami teladan bagi kamu, supaya kamu ikuti. Sebab juga
waktu kami berada di antara kamu, kami
memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah
ia makan. Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak
tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak
berguna”.
Ini Tidak
berarti:
2). Orang Kristen tidak boleh
kaya. Abraham, Ayub adalah orang kaya!
Jadi arti ayat 19 adalah, yang
salah bukan pada mengumpulkannya atau ketika seseorang menjadi kaya, tetapi:
a). Kita tak boleh mengumpulkan
harta demi harta itu sendiri. Bdk. Luk 12:16-21
b). Kita tak boleh mengumpulkan
harta secara egois.
Perhatikan! Segala yang dilakukan
manusia: menabung, deposito, kunci pengaman, asuransi/kesehatan, caleg-caleg
berkedok untuk kepentingan rakyat tetapi yang dipikirkan pasti dirinya sendiri.
Dlsb
Mengapa kita tidak boleh menimbun
harta dibumi?
1). Harta dunia bisa rusak/hilang
tetapi harta surgawi adalah kekal (ay 19-20).
Cerita tentang Ayub dalam Kitab
Suci, dan krismon beberapa waktu yang lalu menunjukkan secara jelas, betapa
mudahnya seseorang jadi bangkrut/miskin.
2). Hati kita selalu mengikuti
harta kita (ay 21).
Orang yang mengejar
harta/mencintai uang, pikiranya/hatinya pasti tertuju pada uang. Orang yang
mengejar harta di surga, selalu memikirkan bagaimana ia bisa
menyenangkan/memuliakan Tuhan.
3). Hidup kita tergantung pada
pandangan mata kita(ay 22-23).
“mata adalah pelita tubuh” (ay
22). Ini adalah kiasan. Hampir semua yang dilakukan oleh tubuh tergantung pada
kemampuan mata untuk melihat. Karena itu mata disebut sebagai pelita tubuh.
Kalau ‘matamu baik’ (ay 22), artinya mata saudara diarahkan kepada harta
surgawi, maka ‘teranglah seluruh tubuhmu’ (ay22b), artinya hidup saudara akan
baik. Kalau ‘matamu jahat’ (ay 23a), artinya mata saudara diarahkan kepada
harta duniawi, maka ‘gelaplah seluruh tubuhmu’ (ay23b), artinya hidup kita akan
jahat.
Ay 23b: ‘jika terang yang ada
padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu’. Maka ‘terang’ menunjuk pada
mata/pandangan mata kita; sedangkan kata ‘kegelapan’ menunjuk pada sifat kita
yang berdosa.
Jadi, artinya adalah: kita pada
dasarnya sudah berdosa; kalau mata kita diarahkan pada yang jahat (harta
duniawi), maka kita akan makin berdosa/jahat.
4). Kita tak bisa mengabdi pada 2
tuan (ay 24)
Kata ‘tuan’ dalam bahasa
Yunaninya adalah KURIOS. Yang mengandung arti ‘pemilik’. Kata ‘mengabdi’
seharusnya berarti ‘mempehambakan diri’.
Seorang pelayan memang bisa
bekerja pada 2 majikan, tetapi seorang budak/hamba adalah milik dari tuannya,
sehingga tidak mungkin seorang hamba bisa mempunya 2 tuan. Jadi kita harus
memilih Allah atau Uang!
·
Orang-orang seperti Matius dan
Zakheus memilih Allah/Yesus (Mark 2:14 Luk 19:8).
·
Pemuda kaya memilih uang (Mat
19:21-22).
Bagaimana
dengan saudara? Yang mana yang saudara pilih?
5). Uang
makin lama makin menjerat kita.
William
Barclay memberikan penjelasan tentang kata ‘Mamon’. ‘Mamon’ berarti ‘milik
secara materi’ dan ini sebetulnya bukanlah suatu kata yang mengadung arti
buruk.
·
Mamon berasal dari suatu kata
yang berarti mempercayakan. Jadi mamon adalah harta yang dipercayakan kepada
bank/prang lain
·
Lama kelamaan, mamon bukan lagi
sesuatu yang dipercayakan tetapi menjadi sesuatu yang dipercaya.
·
Akhirnya, mamon menjadi dewa
dalam hidup manusia dan lalu ditulis dengan huruf besar (Mamon).
Jadi, dari perkembangan arti kata ‘mamon’ ini
sudah jelas terlihat bahwa mamon yang mula-mula tidak ada jeleknya itu makin lama
makin menjerat manusia. Uang memang merupakan sesuatu yang berbahaya. Kalau
kita tidak berhati-hati, maka bukan kita yang menguasai uang, tetapi uang yang
menguasai kita. Bdk. Ayub 31:24-28.
Dimanakah saat ini hati kita melekat? Kepada harta sehingga semua
orientasi hidup ini hanya harta, atau kepada orang-orang yang kita kasihi
melebihi Tuhan, atau kepada kebiasaan-kebiasaan yang bisa membuat kita jauh
dari Tuhan?
Orang Kristen memang harus bekerja, dan
menjadi kaya tidak salah. Dalam teks ini “mengumpulkan” tidak salah, yang
menjadi masalah bukan pada mengumpulkan untuk siapa, bukan harta (karena
sama-sama mengumpulkan harta) tetapi yang menjadi masalah adalah tempat. Karena
tempat mennentukan hati kita, apakah kita sudah mengumpulkan ha rta di surga yang
adalah kekal. Sudahkah hati kita melekat kepada Tuhan? Karena Kristus berkata;
“karena di mana hatimu berada, di situ juga hatimu berada.oleh karena itu
taburkanlah hartamu untuk pekerjaan Tuhan. Tuhan Yesus memberkati!. Amin
Komentar
Posting Komentar